Mudik Lebaran 2019
Tamin Mudik dengan Sepeda Kayuh dari Bandung ke Gunungkidul, 4 Hari di Jalan Tetap Puasa
Tamin (48), warga Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini memilih mengayuh sepeda untuk mudik ke kampung halamannya di Dusun Ndawe Gunungkidul
Editor:
Sugiyarto
Tamin mengaku ada kesenangan tersendiri yang didapat selama mudik dengan mengayuh sepeda.
Seperti saat berbuka, dia merasakan kenikmatan luar biasa. Tamin mudik dengan mengayuh sepeda seorang diri, sementara isri dan dua orang anaknya sudah terlebih dahulu pulang menggunakan kereta api.
Saat akan melanjutkan perjalanan, Tamin menyempatkan diri menyapa beberapa orang warga yang mengenalnya.
Beberapa orang tampak menyalami pria ramah ini. "Di sini (Masjid Al Huda) sudah biasa mampir jadi kenal baik," katanya.
Menggunakan penutup muka berwana hitam dan topi, Tamin kembali mengayuh sepedanya untuk mudik menemui orang-orang tercintanya di kampung halaman.
• Polres Gunungkidul Larang Masyarakat Nyalakan Mercon saat Malam Takbir
Kompas.com sempat mengikuti perjalanan Tamim di Jalan Yogyakarta-Wonosari. Di beberapa tanjakan tampak dia mengoper ke pedal yang rendah sehingga kayuhan sedikit pelan.
Namun ritme mengayuh tergolong konstan. Beberapa kendaraan bermotor yang menyalip pun tampak memberikan semangat pada Tamim.
Dengan santai mereka terus mengayuh pedal sepeda, meski jalanan cukup ramai dilalui oleh kendaraan roda dua dan empat yang melintas.

ery chandra/tribun jabar
Suasana pemudik sepeda saat dijepret oleh Tribun Jabar, di Jalan Raya Cinunuk Nomor 231, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Senin (3/6/2019), malam. ()
Mereka secara perlahan-lahan melewati jalan paling kiri jalan.
Tribun Jabar sempat membuntuti mereka dari belakang di antara kerumunan kendaraan lainnya yang tengah melintas.
Saat disapa, mereka langsung melempar senyum ramah.
Dari pengamatan Tribun Jabar, Burhanendi Lesmana (30) di sebelah kanan dan Agus Aryadi (32) sebelah kiri mengenakan rompi berwarna hijau, sarung tangan, dan helm khusus menghentikan sepeda mereka dengan kompak.
Mereka juga turut membawa perlengkapan tas berwarna hitam didepan dan belakangnya.
Burhanendi mengatakan memulai perjalanan dari wilayah Kiaracondong, Kota Bandung menuju Tasikmalaya.
Dia mengaku mudik ke kampung halaman menggunakan sepeda karena sudah terbiasa seperti halnya tahun-tahun sebelumnya.
Burhanendi menuturkan sengaja memilih mudik pada malam hari agar bisa menikmati udara yang segar. Hingga bebas beristirahat kapan saja.
"Kalau malam bisa minum dan istirahat enak. Kalau siang terasa karena puasa," katanya seraya menyampaikan membawa bungkusan helm, perlengkapan mekanik, oleh-oleh, dan perabotan pribadi dengan bobot beban 50 kilogram.
Hal serupa disampaikan oleh Agus, yang memulai perjalanan dari Jalan Bengawan menuju Kota Banjar.
Menurutnya, mereka sebelumnya yang tergabung di Komunitas Goes Baraya Bandung (GBB) merencanakan akan mudik bersama dengan anggota lainnya.
Tetapi batal dilaksanakan karena mayoritas anggota lainnya telah mudik terlebih dahulu.
"Daripada batal lebih baik kami berdua lakukan. Hitung-hitung sekalian pemanasan kesehatan ke kampung halaman," katanya.
Agus menuturkan meski pilihan mudik beragam, semisal mudik gratis hingga menggunakan kendaraan sepeda motor atau mobil. Tetapi alasannya menikmati mudik sepeda ini sebagai tantangan menemukan rute baru dan menyalurkan hobi bersepedanya.
"Kalau sudah di jalan, enak. Bisa istirahat kapan pun," ujarnya seraya menyampaikan membawa muatan oleh-oleh dibagian depan dan kanan sepeda, hingga sedikit baju dan cemilan makanan ringan buat di jalan.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Tamin, Kayuh Sepeda Ratusan Kilometer untuk Mudik dari Bandung ke Gunungkidul",https://regional.kompas.com/read/2019/06/03/19563031/kisah-tamin-kayuh-sepeda-ratusan-kilometer-untuk-mudik-dari-bandung-ke?page=all.