Heboh Orasi Pelangi dan Pilihan Non Biner, Benarkah Ada Kampanye LGBT di OSKM ITB?
Kabar tersebut adalah adanya kampanye Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) terjadi saat orientasi studi keluarga mahasiswa (OSKM).
Editor:
Hendra Gunawan
Lebih lanjut, Jalu menyebut hal tersebut merupakan konsekuensi penggunaan ruang publik yang harus sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.
Jalu mengatakan kampanye LGBT biasanya disusupkan oleh korporasi global dalam program-program mereka.
“Misal masuk melalui konten di Youtube, lalu layanan streaming yang berasal dari luar negeri seperi Netflix dan Disney. Bahkan siaran olah raga juga tak luput dari kampanye LGBT melalui penggunaan symbol tertentu” tambah Jalu.
Ia menyebutkan hal ini disebabkan agenda kampanye LGBT kini merupakan produk budaya yang dipaksakan dari luar.
Selain itu hal serupa yang terjadi di program penerimaan mahasiswa baru di ITB saat materi pencegahan pelecehan seksual di kampus disisipi oleh pembagian kuesioner dari sebuah brand kosmetik internasional.
Dalam kuesioner yang kontroversial tersebut terdapat pilihan jenis kelamin selain laki-laki dan Perempuan.
Menghadapi masifnya kampanye asing yang membawa ideologi menyimpang seperti LGBT, masyarakat perlu menyikapi hal ini dengan cermat dan arif.
Jalu menekankan pentingnya membangun sebuah kesepahaman bersama dan menghindari sikap saling menyalahkan satu sama lain.
“Kebanyakan masyarakat kita belum sadar saja akan masuknya ideologi ini. Jika tahu dan paham, tentu mereka akan menolak dengan sendirinya,” tambah Jalu.
Menurut Jalu main hakim sendiri akan memancing respon kurang simpatik dari publik.
Ia pun berharap lembaga legislatif hingga eksekutif dapat menerbitkan aturan melarang kampanye LGBT menggunakan ruang publik.
Ketua Pemuda ICMI Jabar ini turut mendorong penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan guna melarang kampanye LGBT menggunakan mimbar akademik pada semua jenjang Pendidikan.
Jalu juga mengingatkan kembali pentingnya melakukan Revisi terhadap Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Kita harus menutup pintu masuk yang masih terbuka lebar dalam kampanye LGBT melalui aplikasi streaming dari manca negara yang saat ini belum diatur oleh undang-undang penyiaran yang lama.” Tegas Jalu.
Jalu mengakui bahwa celah ini yang membuat Komisi Penyiaran Indonesia belum dapat menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait tayangan bermuatan LGBT yang menggunakan streaming atau over the top (OTT).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.