Oknum Polisi Cabuli Anak di Ngada
Desakan Hukuman Berat untuk Kapolres Ngada AKBP Fajar Terkait Kekerasan Seksual Anak
Kapoksi Fraksi PDI Perjuangan Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, meminta agar Kapolres Ngada Polda NTT AKBP Fajar Widyadharma, dihukum berat
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, NGADA - Kapoksi Fraksi PDI Perjuangan Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, meminta agar Kapolres Ngada Polda NTT yang dinonaktifkan, AKBP Fajar Widyadharma, dihukum berat dan maksimal atas kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Menurut Selly, negara harus memberikan perhatian serius terhadap anak-anak korban kekerasan seksual. "Harus dihukum maksimal.
Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, benar-benar perbuatan biadab," tegas Selly Andriany Gantina pada Senin (10/3/2025).
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Dewi Juliani Desak Penegakan Hukum kepada Kapolres Ngada AKBP Fajar
AKBP Fajar Widyadharma ditangkap pada Kamis, 20 Februari 2025, terkait dugaan kasus penyalahgunaan narkoba dan tindakan asusila terhadap anak di bawah umur.
Hasil tes menunjukkan ia positif mengonsumsi sabu.
Lebih lanjut, terungkap bahwa AKBP Fajar diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan merekam aksinya, yang kemudian diunggah ke situs dewasa di Australia.
Meskipun AKBP Fajar telah dicopot dari jabatannya dan sedang menjalani proses PTDH di lingkungan Polri, Selly menegaskan bahwa hal tersebut tidak memberikan rasa puas bagi penegakan hukum di Indonesia.
Merujuk pada UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Selly mendesak agar hukuman maksimal diberikan kepada AKBP Fajar.
Baca juga: Awal Mula Kasus Pencabulan Anak di NTT Terungkap, Kapolres Ngada AKBP Fajar Sebarkan Video
Selly menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 13 UU TPKS, AKBP Fajar dapat dijerat hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.
Namun, karena pelaku adalah pejabat daerah dan keluarga, hukumannya dapat diperberat sepertiga atau ditambah 5 tahun.
Selain itu, perekaman dan pengunggahan video dapat menambah tuntutan hukuman 4 tahun.
Ditambah dengan pelanggaran Pasal 127 Ayat 1 UU Narkotika, Selly menyatakan bahwa hukuman minimal yang dapat dijatuhkan adalah 20 tahun penjara.
"Artinya bila di-juncto-kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly.
Baca juga: PADMA Indonesia Kecam Aksi Kapolres Ngada Cabuli 3 Anak, Desak Presiden & Kapolri Pecat AKBP Fajar
Selly juga mengutip mandat Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan sebagai prioritas utama dalam sistem hukum dan kebijakan negara.
Ia menegaskan bahwa kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan terhadap anak adalah pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh dibiarkan terjadi di institusi mana pun, terutama di lingkungan aparat penegak hukum.
“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak, sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan,” tambahnya.
Selly menekankan bahwa masa depan anak-anak korban kekerasan seksual harus menjadi perhatian utama.
Negara tidak hanya harus menegakkan hukum terhadap pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan psikologis dan sosial bagi korban. Dukungan pendidikan, rehabilitasi, serta lingkungan yang aman harus menjadi prioritas agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan yang normal tanpa trauma berkepanjangan.
Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam memperkuat sistem perlindungan anak.
Baca juga: PADMA Indonesia Kecam Aksi Kapolres Ngada Cabuli 3 Anak, Desak Presiden & Kapolri Pecat AKBP Fajar
Pendidikan tentang bahaya kekerasan seksual harus ditanamkan sejak dini, sementara negara harus hadir secara nyata untuk menjamin setiap anak dapat tumbuh dengan aman dan memiliki masa depan yang cerah.
“Diharapkan kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia, memastikan bahwa setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan,” tegas Selly.
Selly menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga meninggalkan luka mendalam yang dapat berdampak pada masa depan mereka.
Karenanya, penegakan hukum yang tegas dan berpihak pada korban harus menjadi komitmen bersama.
Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat.
Sumber: Pos Kupang
Kapolres Ngada
AKBP Fajar
kekerasan seksual anak
hukuman berat
Perlindungan Anak
Kasus asusila
penegakan hukum
Kejahatan Terhadap Anak
Pidana Kekerasan Seksual
Polri
narkoba
Oknum Polisi Cabuli Anak di Ngada
Istri Gubernur NTT Minta Kajati Tugaskan Jaksa Bersertifikasi dalam Sidang Kasus Eks Kapolres Ngada |
---|
Orang Tua Korban dan Anggota DPR Minta Eks Kapolres Ngada Dihukum Mati |
---|
Orang Tua Korban dan DPR Minta Eks Kapolres Ngada Dihukum Mati dan Kebiri, Kejahatan Luar Biasa! |
---|
Dicecar DPR, Polda NTT Kaget Soal Eks Kapolres Ngada Dinyatakan Positif Narkoba Lewat Tes Urine |
---|
Kajati NTT Diprotes Seusai Sebut Secara Jelas Nama Korban Asusila Eks Kapolres Ngada |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.