Kamis, 7 Agustus 2025

Melihat Blok Ambalat: Duduk Perkara, Lokasi hingga Respons Prabowo dan Pemerintah Malaysia

Blok Ambalat kembali memanas. Indonesia–Malaysia buka peluang kerja sama, namun status kedaulatan masih jadi sengketa utama.

Editor: Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM/BAKAMLA RI
BLOK AMBALAT - Wilayah Blok Ambalat di Laut Sulawesi kembali jadi sorotan usai Indonesia dan Malaysia menjajaki kerja sama pengelolaan bersama. - TRIBUNNEWS.COM/BAKAMLA RI 

TRIBUNNEWS.COM - Blok Ambalat sedang menjadi sorotan antara dua negara, Indonesia dan Malaysia.

Blok Ambalat adalah wilayah laut strategis yang terletak di Laut Sulawesi, dekat perbatasan antara Sabah (Malaysia)dan Kalimantan Utara (Indonesia). 

Wilayah ini mencakup sekitar 15.235 kilometer persegi dan dikenal karena kekayaan sumber daya alamnya, terutama minyak dan gas bumi.

Lokasi dan Potensi

Blok Ambalat terletak di perairan antara Kalimantan Timur dan Sabah.

Blok Ambalat terletak di Laut Sulawesi, dekat perbatasan antara Sabah (Malaysia) dan Kalimantan Utara (Indonesia).

Wilayah ini kaya akan minyak dan gas bumi, dengan potensi cadangan yang sangat besar.

Di Blok Ambalat diperkirakan mengandung: Sekitar 764 juta barel minyak mentah dan Sekitar 1,4 triliun kaki kubik gas alam.

Lapangan Aster di Ambalat Timur mampu memproduksi 30.000–40.000 barel per hari

Duduk Perkara

Blok Ambalat telah lama menjadi sumber sengketa antara Indonesia dan Malaysia:

Malaysia memasukkan wilayah ini ke dalam peta nasional tahun 1979 secara sepihak

Indonesia menolak klaim tersebut dan mengacu pada Perjanjian Landas Kontinen 1969 serta UNCLOS 1982

Sengketa ini sempat memanas dengan insiden patroli laut dan penangkapan nelayan

Sejarah Sengketa

1969

Indonesia dan Malaysia menandatangani Perjanjian Landas Kontinen, yang menetapkan batas wilayah laut. 

Berdasarkan perjanjian ini, Ambalat berada di wilayah Indonesia.

1979

Malaysia secara sepihak menerbitkan Peta Baru yang memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya. Indonesia menolak peta ini.

2002

Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan (dekat Ambalat) adalah milik Malaysia. Malaysia menganggap putusan ini memperkuat klaimnya atas wilayah maritim di sekitar Ambalat.

Posisi Hukum dan Diplomatik

Indonesia tetap menggunakan istilah “Blok Ambalat”, sementara Malaysia menyebutnya sebagai bagian dari Laut Sulawesi, khususnya Blok ND6 dan ND73.

Malaysia menolak istilah “Ambalat” dan menegaskan bahwa wilayah tersebut berada dalam kedaulatannya menurut hukum internasional.

Indonesia menegaskan bahwa klaim Malaysia bertentangan dengan perjanjian 1969 dan prinsip Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) berdasarkan UNCLOS.

Upaya Penyelesaian dan Kerja Sama

Juni 2025

Presiden Prabowo Subianto dan PM Malaysia Anwar Ibrahim sepakat untuk menjajaki pengelolaan bersama wilayah Ambalat melalui skema joint development.

Meski belum final, kesepakatan ini dianggap sebagai langkah diplomatik untuk meredakan ketegangan dan menghindari konflik terbuka.

Legislator Indonesia meminta agar perjanjian ini dipublikasikan secara rinci agar tidak menimbulkan interpretasi ganda.

Respons Prabowo Subianto

Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan sengketa perbatasan, termasuk Blok Ambalat secara diplomatik.

Hal tersebut disampaikan Prabowo saat menerima kunjungan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada 27 Juni lalu.

"Contoh masalah Ambalat, kita sepakat bahwa sambil kita saling menyelesaikan masalah-masalah hukum, kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi, yang kita sebut joint development," kata Prabowo.

"Apa pun yang kita ketemu di laut itu kita akan bersama-sama mengeksploitasinya."

Prabowo Subianto menyebut Indonesia akan berupaya menyelesaikan sengketa tersebut dengan cara yang damai.

Indonesia kata Prabowo terbuka untuk berkompromi dengan Malaysia terkait dengan sengketa tersebut. 

“Kita cari penyelesaian yang baik dan damai. Ada itikad baik dari kedua belah pihak. Kita mau penyelesaian yang baik,” ucap Prabowo.

Respons Pemerintah Malaysia

 Kementerian Luar Negeri Malaysia menegaskan perairan yang mencakup Blok ND6 dan ND7 yang disengketakan dengan Indonesia dinamakan Laut Sulawesi.

Otoritas Malaysia menolak menyebut blok yang kaya minyak tersebut dengan nama "Blok Ambalat" seperti nama yang diberikan Indonesia.

Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan Blok Ambalat adalah nama yang dipakai Indonesia dan tidak diakui dalam urusan resmi pemerintah. Kuala Lumpur mempertahankan klaim atas Blok Ambalat sesuai Peta Baru Malaysia yang disusun pada 1979.

"Kementerian Luar Negeri menekankan setiap terminologi harus digunakan dengan tepat dan merefleksikan posisi kedaulatan Malaysia dan hak hukum atas wilayah terkait," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Malaysia dikutip Bernama, Selasa (5/8/2025).

Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Mohamad Hasan pun disebut telah mengklarifikasi sikap Kuala Lumpur terkait Blok Ambalat kepada parlemen pada Selasa (5/8).

Lebih lanjut, Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2002 yang memenangkan klaim Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan "memperkuat posisi" Kuala Lumpur atas sengketa Blok Ambalat.

Pihak kementerian juga disebut akan bekoordinasi dengan pemangku kepentingan terakit, seperti pemerintah negara bagian Sabah untuk mempertahankan kepentingan Malaysia di wilayah sengketa.

Namun, Kementerian Luar Negeri Malaysia menegaskan persoalan Ambalat akan diselesaikan melalui jalur diplomatik.

"Seluruh perundingan terkait masalah ini harus dilakukan dengan cara diplomatik, hukum, dan mekanisme teknis yang sesuai kerangka bilateral yang ada," tulis Kementerian Luar Negeri Malaysia.

Mengenai peluang pengembangan bersama Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia, pihak kementerian menyebut sejauh ini belum ada kesepakatan yang dicapai dengan Jakarta. Perundingan mengenai kerja sama pengelolaan Ambalat disebut masih dalam tahap eksplorasi.


Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Sikap Prabowo Subianto Soal Sengketa Laut Ambalat dengan Malaysia, 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan