Difalitera: Membuka Jendela Sastra Menjadi Lebih Setara bagi Teman Netra
Cerita komunitas Difalitera, jadi ruang bagi pencinta sastra bagi teman netra.
Penulis:
timtribunsolo
Editor:
Garudea Prabawati
Nantinya, di teras Yayasan Kesejahteraan Anak-anak Buta (YKAB), Indah bersama beberapa relawan akan membacakan karya sastra halaman demi halaman dan jika tidak selesai maka akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.
Sementara itu, dalam rangka untuk mempertajam orientasi mobilitas teman netra pasca-pandemi Covid-19, Indah berinisiasi untuk membawa teman-teman netra untuk belajar sejarah secara langsung dan berkunjung ke Loji Wetan.
“Aku melihat, mengamati mereka antusias, cara belajar mereka harus seperti itu. Makanya aku melanjutkan,” ujar Indah.
Pada akhirnya, kegiatan tersebut berlanjut hingga mengunjungi tempat-tempat lain, seperti Candi Sukuh, Lokananta, hingga Rumah Atsiri.
Dalam wawancara bersama Tribunnews.com , Indah juga menceritakan mengenai kunjungan Difalitera ke Candi Sukuh yang melibatkan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
Indah sudah mengetahui bahwa menyentuh relief candi adalah sesuatu yang dilarang ketika berkunjung ke Candi Sukuh.
“Cara belajarnya teman netra itu kan dengan meraba, jadi mau tidak mau mereka harus meraba relief itu,” tambahnya.
Setelah itu, Indah mengirim surat kepada BPCB hingga akhirnya Difalitera diperbolehkan untuk meraba candi dan justru diberi pemandu khusus.
Berbalut keinginannya untuk membuat teman netra dapat berkembang lebih jauh, pada akhirnya kegiatan tersebut terus dilanjutkan.
“Kalau aku ingin mereka belajar menulis, aku harus menambah kosa kata mereka, aku harus mempertemukan mereka ke sumber pengetahuan itu sendiri,” ungkapnya.
Cerita Teman Netra dan Awal Mula Terbentuknya Difalitera
Wahid Noer Hidayat (26) salah satu teman netra yang ikut aktif dalam kegiatan Difalitera menceritakan pengalaman yang paling berkesan untuknya.
“Ketika kami ke Rumah Atsiri dalam rangka ultahnya Mbak Sanie, temannya Mbak Indah, di sana kita belajar banyak tanaman, aroma-aroma yang biasa dipakai untuk parfum, menurut saya berkesan,” ujar Wahid, Selasa (19/8/2025).
Selain itu, Achmad Yusuf (25) salah satu teman netra yang sudah bergabung sejak awal Difalitera berdiri juga mengaku merasakan banyak manfaat, khususnya lebih dekat dengan sastra dan dapat berorientasi secara langsung untuk mempelajari sejarah.
“Salah satunya aku lebih mengenal novel karena dulu aku tidak mengerti novel. Nah alhamdulillah dengan Difalitera aku bisa kenal novel bahkan dalam bentuk fisik. Selain novel juga puisi aku juga lebih banyak mengeksplor,” ungkap Yusuf, Selasa (19/8/2025).
Difalitera bermula pada acara bincang sastra dengan tema “Sastra dan Disabilitas” yang diadakan oleh komunitas Pawon Sastra di Solo, Jawa Tengah.
Sumber: TribunSolo.com
Momen Ganjar Pranowo Cium Tangan Seorang Disabilitas yang Ingin Bertemu Mahfud MD |
![]() |
---|
Kisah Ibu Tuna Netra Rawat Putri Cantiknya yang Seorang ODGJ dan Tuna Wicara |
![]() |
---|
Sambangi Pendukung di Bekasi, Ganjar Pranowo Dihadiahi Buku oleh Anak Tuna Netra |
![]() |
---|
Bersama 1.000 Penyandang Disabilitas, Perkumpulan Lions Indonesia Rayakan Ulang Tahun Ke-54 |
![]() |
---|
PLN Berbagi Kebahagiaan dengan Kaum Tuna Netra dan Anak-Anak Panti Asuhan Merekah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.