Kamis, 18 September 2025
Tujuan Terkait

Banjir di Denpasar Bali

Penyebab Banjir Bali Dinilai karena Pembangunan Masif, Deforestasi Capai 459 Hektar

Pembangunan yang masif hingga deforestasi dinilai menjadi penyebab banjir bandang yang melanda Kota Denpasar dan sejumlah wilayah di Bali.

istimewa/Via Tribun Bali
BANJIR BALI - Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk di wilayah Jembrana Bali terendam banjir pasca-hujan deras yang mengguyur sejak Senin (8/9/2025) malam hingga Rabu (10/9/2025). Pembangunan yang masif hingga deforestasi dinilai menjadi penyebab banjir bandang yang melanda Kota Denpasar dan sejumlah wilayah di Bali 

TRIBUNNEWS.COM - Pembangunan yang masif hingga deforestasi dinilai menjadi penyebab banjir bandang yang melanda Kota Denpasar dan sejumlah wilayah di Bali pada Rabu (10/9/2025).

Akibat banjir bandang di Bali, sebanyak 17 orang meninggal dunia dan lima orang masih dalam pencarian.

Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, mengakui banjir bandang yang melanda Bali bukan hanya dipicu iklim atau cuaca, namun juga pembangunan yang masif.

Tetapi, Giri Prasta juga mengutip pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebut intensitas hujan dalam sehari yang mengguyur Bali setara dengan akumulasi satu bulan jadi penyebab.

Ditegaskan Giri, pemerintah berkomitmen mencari solusi terbaik. 

Terkait alih fungsi lahan, Giri memastikan akan ada pembatasan ke depan agar tidak semakin memperparah risiko banjir

Ia juga mengakui pembangunan masif di Bali membawa konsekuensi. 

“Pasti, pasti ada dampak. Semua ini ada dampak, cuma bagaimana mencarikan sebuah solusi,” ujarnya, Kamis (11/9/2025), dikutip dari Tribun Bali.

TINJAU KORBAN BANJIR - Presiden Prabowo Subianto meninjau korban banjir bandang di Denpasar, Bali, Sabtu (13/9/2025). Ia berbincang dengan warga.
TINJAU KORBAN BANJIR - Presiden Prabowo Subianto meninjau korban banjir bandang di Denpasar, Bali, Sabtu (13/9/2025). Ia berbincang dengan warga. (Tribunnews.com/ Igman Ibrahim)

Akibat banjir ini, Giri juga tidak menampik ada dampak yang dirasakan sektor wisata.

“Dampak pasti ada tapi tidak begitu banyak. Sekarang kan sudah dilihat masyarakat internasional, terutama wisatawan, terkait cara penanganan dari pemerintah pusat, kabupaten, kota, provinsi sampai masyarakatnya. Luar biasa gotong-royongnya,” ungkapnya.

Deforestasi Capai 459 Hektar dalam 10 Tahun

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyinggung terkait deforestasi atau alih fungsi hutan menjadi penggunaan lain yang bukan hutan, dilansir Tribun Bali.

"Sebenarnya perubahan lanskap sudah berlangsung lama, tidak di zaman Gubernur sekarang atau Gubernur sebelumnya, tapi kondisi Bali memang landscape-nya berubah sedikit ya," ujar Menteri Hanif memberikan keterangan setelah memimpin rapat, Sabtu (13/9/2025) malam.

Baca juga: Banjir Bali Rusak 60 Sekolah, Anak-anak Tetap Harus Belajar

Menurutnya, kalau daerah yang lain berubah sampai ratusan bahkan ribuan hektar tidak terlalu berpengaruh, namun Bali ini sangat berbeda. 

Kementerian Lingkungan Hidup akan menerjunkan tim dari Provinsi dan Kabupaten Kota untuk mendesain, melakukan evaluasi terhadap kajian lingkungan hidup strategis dari tata ruang Provinsi Bali.

Soal alih fungsi lahan, Hanif mengungkapkan hal itu sudah berlangsung lama.

Dari 2015 sampai 2024, Hanif menyebut terjadi konversi lahan dari hutan menjadi non-hutan itu seluas 459 hektar.

"459 hektar itu untuk pulau lain mungkin kecil, tetapi untuk pulau Bali sangat berarti karena sisa hutannya hanya 1.500 hektar."

"Awalnya 1.000 sampai 2.000 tetapi berkurang 400 sehingga saat ini tinggal 1.500. Itu cukup sangat serius, sehingga hutan yang hujan yang ekstrem atau hujan yang lebat aja itu sudah ngaruhnya sangat besar untuk Bali," tuturnya.

"Itu terjadi ada perubahan dari hutan menjadi tidak hutan seluas 459 hektare dari tahun 2015 sampai 2024, jadi sudah 10 tahun itu jangka panjang."

"Itu angka yang tidak terlalu besar ya di provinsi lain, tetapi untuk Bali ini menjadi besar," jelas Hanif.

Pemerintah Daerah di Bali diminta melakukan mitigasi dan melakukan kegiatan reforestasi maupun revegetasi. 

Diketahui, banjir besar melanda Bali pada 9–10 September 2025, menyebabkan kerusakan luas dan korban jiwa di berbagai wilayah.

Hujan ekstrem selama dua hari berturut-turut memicu genangan air yang mencapai dada orang dewasa di beberapa titik.

Dampak Banjir Bali

Selain timbul korban jiwa, ratusan warga lain juga kehilangan tempat tinggal dan barang berharga, serta harus mengungsi.

Sebanyak 562 warga mengungsi, dengan rincian 327 warga di Kabupaten Jembrana dan 235 warga di Kota Denpasar.

BPBD Provinsi Bali juga mencatat lebih dari 120 titik banjir yang menerjang tujuh wilayah administrasi kabupaten dan kota, dengan rincian sebagai berikut:

  • Kota Denpasar: 81 titik 
  • Kabupaten Gianyar: 14 titik
  • Kabupaten Badung: 12 titik
  • Kabupaten Tabanan 8 titik
  • Kabupaten Karangasem: 4 titik
  • Kabupaten Jembrana: 4 titik
  • Kabupaten Klungkung: 1 titik

Curah Hujan Ekstrem

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, mengungkap penyebab banjir bandang di Bali.

Menurutnya, curah hujan ekstrem terjadi sebelumnya hingga menyebabkan banjir bandang tidak terprediksi.

Curah hujan ekstrem tersebut timbul dengan munculnya Gelombang Rossby dan Kelvin.

“Prediksi BMKG memang sudah menyebutkan, tetapi tiba-tiba ada gelombang Rossby dan Kelvin namanya. Sehingga tumpah hujan yang sangat deras 385 mm,” jelas Suharyanto, saat mengunjungi Posko Bencana Banjir Tohpati, Kamis (11/9/2025). 

Ia menjelaskan, curah hujan yang terjadi di Bali bahkan lebih besar dibanding bencana banjir di Bekasi beberapa waktu lalu.

 “Kalau Bapak Ibu sekalian masih ingat waktu banjir di Kota Bekasi tanggal 3 Maret 2025 yang lalu itu ternyata curah hujannya tidak sebesar seperti yang terjadi kemarin. Jadi hujan 24 jam ini tidak bisa diprediksi sehingga melumpuhkan beberapa kota dan kabupaten,” jelasnya.

Apa Itu Gelombang Rossby dan Kelvin?

Gelombang Rossby dan Kelvin adalah fenomena meteorologi yang berhubungan dengan dinamika atmosfer dan lautan, serta seringkali memengaruhi pola cuaca, seperti hujan ekstrem.

Keduanya sama-sama termasuk gelombang atmosfer ekuatorial.

Dikutip dari infografis BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo - Jawa Timur  yang diunggah di akun media sosial X (dulu Twitter) @infobmkgjuanda, 24 Mei 2022, gelombang Rossby adalah fenomena gelombang yang terjadi di fluida (atmosfer atau lautan) dan berotasi secara berpasangan, serta bergerak dari timur ke barat di sekitar ekuator.

Wilayah yang dilalui gelombang Rossby akan berpotensi mengalami peningkatan pertumbuhan awan konvektif (penghujan), seperti cumulonimbus (Cb).

Awan Cb sendiri merupakan jenis awan yang padat dan menjulang vertikal tinggi serta menghasilkan badai petir dengan potensi hujan lebat, petir, angin kencang, cuaca dingin, dan bahkan tornado

Dikutip dari oceanservice.noaa.gov, gelombang Rossby secara alami terbentuk akibat rotasi planet (efek Coriolis).

Dengan skala yang saking besarnya, gelombang Rossby dapat memengaruhi cuaca dan iklim secara global.

Sementara itu, masih dilansir infografis BMKG Juanda yang sama, gelombang Kelvin adalah gelombang atmosfer yang merambat dari arah barat ke timur, dan biasanya dibangkitkan oleh pemanasan sinar matahari.

Jika gelombang Kelvin aktif atau terpicu, maka wilayah yang dilewatinya berpotensi mengalami peningkatan pertumbuhan awan konvektif pula. 

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Rizkianingtyas Tiarasari) (Tribun-Bali.com/Putu Supartika, Zaenal Nur Arifin)

Sumber: TribunSolo.com

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan