Rabu, 8 Oktober 2025

Mushola Ambruk di Sidoarjo

Hindari Trauma, Korban Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Butuh Pendampingan Psikologis

Mereka butuh waktu untuk menata kembali persepsi tentang dunia, bahwa tidak semua tempat berbahaya, dan tidak setiap suara keras berarti ancaman

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNJATIM.COM/M TAUFIK/KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH/IST
EVAKUASI MUSALA AMBRUK - Tim gabungan saat berusaha mengevakuasi para korban di reruntuhan bangunan Ponpes Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9/2025). Petugas melakukan evakuasi korban reruntuhan Ponpes Al-Khoziny, Sidoarjo, Senin (29/9/2025). Di tengah upaya pemulihan korban tragedi robohnya ponpes Al Khoziny ini, perhatian terhadap kondisi psikologis anak-anak korban menjadi hal yang tak kalah penting 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peristiwa ambruknya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur menyisakan duka mendalam.

Terlebih karena sebagian besar korban adalah anak-anak yang tengah menimba ilmu, jauh dari keluarga. 

Di tengah upaya pemulihan korban tragedi robohnya ponpes Al Khoziny ini, perhatian terhadap kondisi psikologis anak-anak korban menjadi hal yang tak kalah penting.

Psikolog Klinis Analisa Widyaningrum menegaskan, trauma akibat bencana tidak akan hilang dengan sendirinya tanpa pendampingan yang tepat.

Bencana seperti ini bisa memunculkan trauma berat pada anak bahkan dalam banyak kasus, trauma itu bisa berkembang menjadi gangguan stres pascatrauma atau Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) jika tidak tertangani dengan baik. 

“Saran saya, memang butuh ada pendampingan psikologis untuk para korban yang tertimpa musibah di Sidoarjo tersebut. Karena kalau tidak tertangani dengan baik, PTSD ini bisa jadi trauma berkepanjangan,” ujar Analisa saat ditemui dalam acara Parentalk Festival 2025 di Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).

Baca juga: Psikolog Sebut Anak-anak Bisa Phobia Buntut Keracunan MBG yang Terus Berulang: Dengar Kata MBG Stres

Menurut Analisa, pemulihan trauma anak tidak bisa hanya mengandalkan terapi individu.

Butuh dukungan aktif dari keluarga, terutama orang tua, untuk memperkuat proses penyembuhan.

“Terapi itu gak bisa berdiri sendiri. Gak bisa orang tua saja atau anak saja, tapi harus dua-duanya. Bahkan siapa sih support system di lingkungan anak, itu penentu keberhasilan terapi,” tegasnya.

Ia menjelaskan, orang tua perlu memahami tanda-tanda anak yang masih mengalami trauma, seperti mudah panik, sulit tidur, atau tiba-tiba menangis tanpa sebab.

Pendampingan emosional menjadi kunci agar anak merasa aman dan yakin bahwa dirinya tidak sendirian menghadapi ketakutan itu.

Menumbuhkan Kembali Rasa Aman

Anak korban bencana sering kali kehilangan rasa aman terhadap lingkungan sekitarnya. 

Mereka butuh waktu untuk menata kembali persepsi tentang dunia, bahwa tidak semua tempat berbahaya, dan tidak setiap suara keras berarti ancaman.

Analisa menyarankan agar orang tua tidak terburu-buru mengajak anak “move on”.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved