Kamis, 9 Oktober 2025

Berita Viral

Kisah Guru SMP di Pasangkayu Sulbar Nekat Seberangi Sungai demi Ngajar: Sudah Lama, Tak Ada Jembatan

Kisah sejumlah guru SMP di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), rela seberangi sungai demi mengajar muridnya.

Taufan/Tribun-Sulbar.com
PERJUANGAN GURU – Kolase potret para guru SMPN 7 Bambalamotu, Pasangkayu, Sulbar, saat menyeberangi sungai dalam kondisi banjir demi mengajar. Seorang guru bernama Khairil Anwar mengatakan, kondisi tersebut, telah berlangsung lama bahkan bertahun-tahun, Senin (7/10/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Kisah sejumlah guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), rela menyeberangi sungai demi mengajar muridnya jadi sorotan.

Pasalnya, mereka rela mempertaruhkan nyawa demi mengajar di SMPN 7 Bambalamotu yang berada di Desa Wulai.

Di Desa Wulai, diketahui terdapat enam dusun yang kerap terisolir karena tidak adanya jembatan, di antaranya Dusun Wulai 2, Sinjanga, Pinora’a, Batu Bete, Saluvuko, dan Saluvu.

Hal itu, membuat sejumlah guru harus menyeberangi sungai demi mengajar. 

Kondisi tersebut, semakin sulit jika hujan mengguyur wilayah Wulai, Pasangkayu

Sebab, arus sungai semakin deras, sehingga aktivitas belajar mengajar pun sering terganggu karena akses ke sekolah terputus.

Seorang guru bernama Khairil Anwar mengatakan, kondisi itu telah berlangsung lama bahkan bertahun-tahun.

“Sudah lama kami seperti ini. Kalau musim hujan, air naik dan arusnya kencang."

"Tapi, karena tidak ada jembatan, kami tetap harus menyeberang agar bisa mengajar,” ungkapnya, Senin (7/10/2025), dilansir Tribun-Sulbar.com

Tak hanya para guru, rupanya kesulitan mengakses jalan juga dirasakan para siswa yang tinggal di seberang sungai.

"Kalau air naik, anak-anak di seberang sungai sering tidak bisa datang. Kami juga khawatir dengan keselamatan mereka,” jelas Khairil.

Baca juga: Viral Siswa SMKN 1 Indralaya Selatan Demo Tuntut Kepsek Dicopot, Tuding Sunat Dana PIP Rp50 Ribu

Oleh karena itu, para guru berharap, pemerintah daerah dapat segera mencari solusi.

Seperti pembangunan jembatan penghubung atau akses alternatif agar kegiatan pendidikan berjalan lebih aman dan lancar.

Anggota DPRD Kabupaten Pasangkayu, Andrias, turut merespons kisah guru dan warga di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, yang harus menyeberangi sungai setiap hari.

Andrias mengaku, sangat prihatin atas kondisi tersebut. 

Terlebih, ketika anak-anak sekolah dan guru melintasi sungai demi pendidikan.

“Saya sangat prihatin melihat warga dan guru di sana kesulitan menyeberangi sungai yang deras, apalagi kalau musim hujan. Ini sangat membahayakan,” ungkap politikus PDI Perjuangan ini, Selasa (7/10/2025).

Masih mengutip Tribun Sulbar, Andrias mengatakan, sebelumnya ia sudah pernah menerima aspirasi dari warga saat melangsungkan reses di Desa Wulai. 

Masa reses adalah masa kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di luar kegiatan masa sidang dan di luar gedung.

Warga berharap, pemerintah membangun jembatan agar masyarakat merasakan jalur transportasi memadai.

Namun dari hasil reses tersebut, hingga kini belum kunjung terealisasi.

“Keselamatan warga dan kelancaran aktivitas belajar mengajar harus menjadi prioritas."

"Kami akan dorong pemerintah daerah untuk segera membangun jembatan agar warga tidak lagi terisolir saat musim hujan,” terang Andrias.

Pemerintah daerah diharapkan segera menindaklanjuti persoalan akses jalan warga di Desa Wulai itu.

Pelajar di Ende Seberangi Arus Sungai demi Sekolah

Sebelumnya, kisah perjuangan menyeberangi sungai demi sekolah juga dirasakan siswa SD di Dusun Woimite, Desa Mbotulaka, Kecamatan Wewaria, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Setiap hari, mereka menempuh jarak sekitar 3 kilometer untuk sampai ke sekolah yang terletak di Dusun Aese, melewati aliran sungai yang menjadi satu-satunya akses utama. 

Dilansir TribunEnde.com pada 9 Desember 2024 lalu, para pelajar ini tak hanya berjalan di jalan berdebu atau berbatu, tetapi harus menyebrangi sungai yang memisahkan Dusun Woimite dengan Dusun Aese.

Sungai tersebut, menjadi satu-satunya jalur yang menghubungkan kedua dusun, namun tantangan terbesar mereka adalah air sungai yang kerap meluap, terutama saat musim hujan. 

Saat itu, tidak ada jembatan atau akses lain yang dapat digunakan.

Meski begitu, para siswa tetap merasa bahwa pendidikan adalah hal penting dan tidak boleh dilewatkan. 

Baca juga: Bakal Ada Insentif Guru Penanggung Jawab MBG, Zulhas: Perpres dan Inpres Rampung Minggu Ini

Di sisi lain, pihak sekolah memberikan pengertian terhadap kondisi ini. 

Kepala sekolah dan guru-guru sering memberikan kelonggaran waktu jika siswa terlambat datang ke sekolah, mengingat kendala yang hadapi siswa setiap hari.

Kepala Dusun Woimite, Benyamin Japa, mengungkapkan, para siswa terpaksa tidak bisa berangkat sekolah ketika musim hujan.

Bahkan, kegiatan belajar mengajar di sekolah terpaksa diliburkan demi keselamatan anak-anak. 

“Ketika hujan besar datang, kami sudah tahu pasti bahwa anak-anak tidak akan bisa ke sekolah. Kami sering terpaksa meliburkan sekolah karena kondisi sungai yang sangat berbahaya,” ungkap Benyamin.

Hal ini juga memengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat di Dusun Woimite. Sebab, mayoritas penduduk desa bermata pencaharian sebagai petani, dan musim hujan membuat mereka kesulitan untuk menuju kebun mereka. 

Menurut Benyamin, kondisi ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunsulbar.com dengan judul Perjuangan Guru SMPN 7 Bambalamotu Pasangkayu Menyeberangi Sungai Demi Mengajar dan Tribunflores.com dengan judul Perjuangan Pelajar di Dusun Woimite, Ende, Menyebrangi Arus Sungai Demi Sekolah

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Tribun-Sulbar.com/Taufan, Tribunflores.com/Albert Aquinaldo)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved