Judi Online
Bocah SMP di Kulonprogo Utang Rp4 Juta Imbas Terjerat Judol dan Pinjol, Berawal dari Main Gim Online
Seorang bocah SMP di Kulonprogo terjerat judol dan pinjol. Dia harus menanggung utang Rp4 juta yang merupakan pinjaman dari teman-temannya.
Ringkasan Berita:
- Judi online (judol) kini telah menjerat anak-anak.
- Kasus yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi contohnya.
- Terungkapnya kasus ini berawal dari adanya laporan pihak sekolah karena bocah tersebut tidak pernah masuk tanpa keterangan apapun.
TRIBUNNEWS.COM - Judi online (judol) kini telah menjerat anak-anak. Kasus yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi contohnya.
Di mana seorang siswa SMP sampai tidak masuk ke sekolah selama sebulan akibat judol.
Tak hanya judol, dirinya juga terjerat pinjaman online (pinjol).
Kasus ini diungkap oleh Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulonprogo, Nur Hadiyanto.
Nur mengatakan, terungkapnya kasus ini berawal dari adanya laporan pihak sekolah karena bocah tersebut tidak pernah masuk tanpa keterangan apapun.
"Kami mendapat laporan tentang pelajar tingkat SMP terjerat pinjol dan judol. Awalnya pelajar yang berasal dari Kokap ini tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas selama satu bulan," ungkapnya pada Sabtu (25/10/2025), dikutip dari Tribun Jogja.
Ternyata, alasan siswa tersebut tidak masuk sekolah karena malu kepada teman-temannya.
Pasalnya, uang yang digunakan untuk melunasi utang judol dan pinjol itu berasal dari siswa tersebut meminjam kepada teman-temannya di sekolah.
Nur mengungkapkan pelajar itu tidak bisa membayar uang yang dipinjam dari teman-temannya tersebut.
"Penyebabnya karena takut tidak bisa membayar uang yang dipinjam dari teman-temannya," jelasnya.
Baca juga: Nenek di Sulsel Dicoret dari Penerima Bansos Karena Rekening Terindikasi Judol, Ini Kata Anak
Dia menjelaskan bahwa uang yang dipinjam pelajar tersebut digunakan untuk membayar utang pinjol.
Sementara, uang yang diperoleh dari pinjol itu ternyata digunakan untuk bermain judol.
"Ya kurang lebih sekitaran Rp 4 juta yang dipinjam dari teman-temannya," lanjut Nur.
Awal Main Judol: Bermain Gim yang Wajibkan Top Up
Nur mengungkapkan awal mula siswa salah satu SMP di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo itu terjerat judol dan pinjol ketika bermain sebuah gim online yang mewajibkan melakukan top up uang.
Hal itu membuat pelajar tersebut ketagihan dan berujung berpikir untuk berutang melalui pinjol lalu bermain judol.
Adapun uangnya yang berasal dari judol itu niatnya agar bisa melakukan top up gim online yang dimainkan.
"Awalnya karena gim online, terus kecanduan sampai akhirnya kayak gitu," tuturnya.
Kasus Pertama di Kulonprogo
Nur menyebut bahwa kasus semacam ini baru pertama kali terjadi.
“Baru kali ini ada pelajar di Kulon Progo yang terjerat judol dan pinjol,” ujarnya.
Di sisi lain, Nur mengatakan pihaknya akan membantu proses pemindahan siswa itu ke sekolah lain jika yang bersangkutan menginginkannya. Apabila tidak, siswa itu bisa mengikuti program Kejar Paket B.
"Kalau dipindahkan akan kami bantu prosesnya. Kalau tidak, yang bersangkutan bisa ikut program Kejar Paket B," ujarnya.
Terpisah, perwakilan dari Dinas Sosial (Dinsos) dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Siti Sholikhah turut mengamini pernyataan Nur di mana kasus ini baru pertama kali terjadi di Kulonprogo.
Dia mengatakan telah mengutus psikolog untuk mendampingi siswa tersebut di rumahnya.
“Semua pihak harus bisa menciptakan situasi yang aman dan nyaman bagi anak,” katanya.
Data Anak Terjerat Judol, Usia 10 Tahun Sudah Terpapar
Berdasarkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2024, total ada 4 juta orang yang bermain judol.
Dari jumlah tersebut, sebanyak dua persen anak berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 80.000 orang.
Lalu, pemain berusia 10-20 tahun sebanyak 11 persen atau 440 ribu orang.
Adapun pemain judol terbanyak pada rentang usia 30-50 tahun yakni sebesar 40 persen atau 1,6 juta orang.
Sementara, Kepala PPATK, Ivan Yustiaviandana mengatakan sepanjang kuartal pertama tahun 2025, total ada 1,6 juta transaksi yang tercatat dengan total uang mengalir mencapai Rp6,2 triliun.
"71 persennya mereka yang berpenghasilan Rp5 juta ke bawah, 71 persennya saudara-saudara kita yang sebenarnya penghasilan itu dibutuhkan tuk kepentingan lain," tuturnya pada 7 Mei 2025 lalu.
Baca juga: Dua Pemuda di Jakarta Barat Sewa Ruko Untuk Kelola 6 Situs Judol, Raup Rp 1,5 Juta Per Hari
Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan periode tahun sebelumnya atau di bulan Januari-Maret 2024, yang mana ada sebanyak Rp15 Triliun deposit untuk transaksi judol.
"Jadi, masyarakat mendepositkan uang untuk judi online itu Rp15 Triliun di tahun lalu, 3 bulan pertama, sekarang berhasil ditekan sampai Rp6,2 Triliun ini pencapaian real," bebernya.
Ivan menambahkan, ada 5 wilayah paling masif terkait adanya transaksi judi online tersebut di antaranya Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur.
Berbeda pada tahun 2024, di kuartal I tahun 2024, DKI Jakarta berada pada urutan nomor 5, yang mana saat justru naik ke nomor 2.
Menurutnya, data tersebut bisa terus bergerak dan berubah ke depannya.
"Faktanya, apa yang sudah dilakukan penyidik dan kolaborasi dengan semua instansi sudah menghasilkan data luar biasa signifikan. Kita coba tekan lagi dan kerja keras dan penindakan tanpa pandang bulu akan terus bisa melindungi kepentingan masyarakat secara umum," pungkasnya.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jogja dengan judul "Kasus Pelajar SMP di Kulon Progo Terjerat Judi Online dan Pinjaman Digital"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Reynas Abdila)(Tribun Jogja/Alexander Aprita)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.