Pakubuwana XIII Meninggal Dunia
Restui KGPH Purbaya, Adik Pakubuwono XIII Singgung Dualisme: Kalau Ada yang Menyangkal ya Monggo
Setelah Pakubuwono XIII meninggal dunia, ada prebutan tahta antara dua putranya yang beda ibu, yakni KGPH Hangabehi dan KGPH Purbaya.
Ringkasan Berita:
- Sri Susuhunan Pakubuwono XIII telah meninggal dunia pada Minggu (2/11/2025), dan kini dua puteranya, KGPH Hangabehi dan KGPH Purubaya, disebut-sebut sebagai penerus tahta Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
- Pada Sabtu (15/11/2025) hari ini, digelar acara adat Jumenengan Dalem Nata Binayangkare yang menobatkan KGPH Purbaya sebagai SISKS Pakubuwono XIV.
- Adik mendiang Pakubuwono XIII, KGPH Benowo turut menanggapi dualisme tahta keraton tersebut.
TRIBUNNEWS.COM - Adik mendiang Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Benowo, menyinggung dualisme kepemimpinan di tengah penobatan raja Keraton Solo yang baru, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono XIV Hamengkunegoro.
KGPH Benowo ikut memberikan restu kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro yang kini resmi menjadi penerus Sri Susuhunan Pakubuwono XIII.
Adapun Sri Susuhunan Pakubuwono XIII meninggal dunia pada Minggu (2/11/2025) pagi, pukul 07.30 WIB di RS Indriyati, Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, karena sakit.
Sang raja yang dulunya memiliki nama kecil Gusti Raden Mas Suryadi dan kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Hangabehi tersebut, mengembuskan nafas terakhir pada usia 77 tahun.
Sinuhun Pakubuwono XIII dimakamkan di Kompleks Makam Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta pada Rabu (5/11/2025).
Kini, setelah berpulangnya Sinuhun Pakubuwono XIII, dua putranya bersaing untuk menjadi penerus yang akan menduduki singgasana Keraton Surakarta dan bergelar Pakubuwono XIV.
Pertama, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi alias KGPH Hangabehi, putra tertua mendiang Pakubuwono XIII dari pernikahan kedua dengan Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Winarni, tetapi mereka sudah bercerai sebelum Pakubuwono XIII naik tahta.
Saat ini, KGPH Hangabehi berusia 40 tahun.
Kedua, nama Gusti Raden Mas (GRM) Suryo Aryo Mustiko yang merupakan putra bungsu mendiang Pakubuwono XIII dari pernikahannya dengan KRAy Adipati Pradapaningsih/GKR. Pakubuwana.
GRM Suryo Aryo Mustiko kemudian mendapat nama Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram.
Saat ini, KGPAA Hamangkunegoro berusia 23 tahun.
Baca juga: Hari H Jumenengan Gusti Purbaya Jadi PB XIV: Tak Ada Tarian Sakral Bedhaya Ketawang, 2 Pihak Absen
Di tengah merebaknya dualisme nama kepemimpinan ini, Keraton Solo telah menggelar acara adat Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono (PB) XIV pada Sabtu (15/11/2025).
Dalam acara Jumenengan tersebut, KGPAA Hamengkunegoro (alias KGPH Purbaya) resmi dinobatkan sebagai SISKS Pakubuwono XIV sekaligus untuk pertama kalinya menampakkan diri ke hadapan publik sebagai penerus tahta Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Sementara, KGPH Hangabehi sebelumnya telah diputuskan menjadi kandidat pengganti mendiang Pakubuwono XIII melalui rapat keluarga besar Keraton yang dihadiri oleh putra-putri dalem Pakubuwono XII dan Pakubuwono XIII yang difasilitasi oleh Mahamenteri Keraton Kasunanan Surakarta Hadinigrat, KGPA Tedjowulan, Kamis (13/11/2025).
Dualisme di Keraton Solo
Perebutan tahta antara kakak adik, antara KGPH Hangabehi dan KGPH Purbaya, ini sempat disinggung langsung oleh KGPH Benowo.
KGPH Benowo sendiri terkesan telah memberi restu kepada KGPH Purbaya dengan menghadiri langsung acara adat Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono (PB) XIV.
Dalam kesempatan itu, KGPH Benowo mengaku, tidak mempermasalahkan adanya pihak yang menolak penobatan KGPH Purbaya sebagai raja baru.
Ia hanya menyebut, menjadi raja bukanlah hal yang mudah.
Bahkan, jika berlaku sembarangan atau tidak kuat mengemban beban kepemimpinan, taruhannya adalah nyawa.
Sehingga, ia memperingatkan agar KGPH Hangabehi tidak sembarangan mengikrarkan diri sebagai Pakubuwono XIV.
"Kalau masih ada yang menyangkal karena ada lainnya Jumeneng, ya monggo [silakan], kita tidak apa-apa. Artinya kita hanya niteni [memperhatikan], kuat jalan kalau nggak kuat sakit kalau nggak ya mati," tutur KGPH Benowo, dikutip dari TribunSolo.com.
"Makanya kalau berani ya monggo, silakan. Tidak ada tho, yang namanya juara kok ada dua orang. Kalau tidak ada kompromi bareng terus masuk finish bareng," imbuhnya.
KGPH Benowo juga menambahkan sentilan bahwa mungkin pihak yang ingin menjadi raja merasa enak dan mendapat berbagai kehormatan sekaligus kemudahan.
"Apa mungkin jadi raja enak ya? Terhormat, disanjung, dihormati, cari apa-apa mudah, cari utang terutama pasti gampang," pungkasnya.
Baca juga: Sarankan Kubu Gusti Purbaya Terima KGPH Hangabehi Jadi PB XIV, Pegiat Sejarah: Keraton Milik Dinasti
Kirab dalam Prosesi Jumenengan adalah Ucapan Syukur
Kirab menjadi bagian dari prosesi terakhir upacara adat Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono (PB) XIV Hamangkunegoro.
KGPH Benowo sendiri telah memberi penjelasan mengenai makna dari kirab tersebut, yakni bentuk ucapan syukur atas pengukuhan raja baru.
"Ini upacara kirab namanya, ini biasa diselenggarakan kalau raja itu mengadakan syukuran. Kebetulan ini dibarengkan dengan mentasbihkan beliaunya, keponakan saya, jumeneng menggantikan ayahandanya sebagai Pakubuwono ke-XIV," jelas KGPH Benowo.
Dalam kesempatan yang sama, KGPH Benowo menjelaskan, kirab sendiri bukan prosesi yang wajib digelar.
Hal itu tergantung dana yang dimiliki oleh Keraton.
"Sebetulnya pakai kirab boleh tidak juga boleh karena biayanya mahal. Jelas biayanya sangat mahal, makanya sekuat tenaga. Perlunya apa? Biar warga masyarakat tahu bahwa di keraton sudah ada penggantinya yang baru, Sinuhun Pakubuwono XIV," lanjutnya.
Makna Kirab
Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Solo, KGPH Dipokusumo, menjelaskan bahwa kirab mengelilingi kawasan keraton merupakan bentuk deklarasi adanya raja baru yang telah mengukuhkan diri.
Menurutnya, agenda kirab tidak bisa dilepaskan dari rangkaian acara adat Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono (PB) XIV Hamengkunegoro yang digelar pada Sabtu (15/11/2025).
Hal itu disampaikan Dipokusumo saat mengikuti kirab dengan menumpangi salah satu kereta kencana milik Keraton Kasunanan Solo.
"Ada semacam pemahaman semacam itu, tapi ini adalah salah satu dari proses dalam kaitannya jumenengan dalem itu melalui pertama Indriati nama, kemudian pernyataan, yang kemudian pengukuhan dan ini (kirab) itu deklarasinya kepada masyarakat," jelas Dipokusumo, dilansir TribunSolo.com.
Dipokusumo menuturkan, sebelum kirab digelar, PB XIV Hamengkunegoro terlebih dahulu mengikuti prosesi internal berupa ikrar sebagai raja baru Keraton Kasunanan Solo.
Prosesi tersebut, hanya boleh diikuti oleh keluarga kerajaan dan tamu undangan tertentu.
Setelah itu, PB XIV berjalan melewati sejumlah lokasi menuju Sitinggil.
Di Sitinggil, terdapat Watu Gilang peninggalan zaman Kerajaan Majapahit, tempat raja baru menyatakan diri sebagai penguasa.
"Prosesi yang di dalam itu mios saking Dalem Ageng Probo Suyoso, kemudian menuju Parasyo, menuju gudakan paningrat sampai pendopo Sasono Paresiyo, terus sampai bangsa Srimanganti, Kori Brojonolo menuju Sitinggil bangsal Manukur Tangkil untuk menyampaikan pengukuhan sekaligus deklarasi sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono XIV," jelas Dipokusumo.
(Tribunnews.com/Rizki A.) (TribunSolo.com/Andreas Chris Febrianto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.