Banyak Kasus Gigitan Ular Berbisa, Kemenkes Instruksikan Pemda dan RS Sediakan Antivenom Mandiri
Dari data yang dilaporkan ke Kemenkes, kasus gigitan ular di Indonesia dalam 3 tahun terakhir sekitar 3.000- 5.000 kasus per tahun.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memerintahkan, RS dan pemda untuk menyediakan antivenom secara mandiri.
Hal ini menanggapi banyaknya laporan terkait kasus gigitan ular berbisa.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, mengatakan, pihaknya dalam 3 tahun terakhir telah menyediakan antivenom baik untuk buffer stock di pusat maupun distribusi ke daerah.
Baca juga: Balita Selamat dari Gigitan Ular Berbisa saat Tidur, Sempat Pingsan di Perjalanan ke RSU Situbondo
Namun ia tidak merinci berapa jumlah antivenom yang tersedia kini.
“Diharapkan pemda juga berkontribusi menyediakan sesuai kebutuhan dan kemampuan anggaran daerah. Begitu juga dengan RS/fasyankes bisa menyediakan dengan anggarannya sendiri,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/7/2025).
Dari data yang dilaporkan ke Kemenkes, kasus gigitan ular di Indonesia dalam 3 tahun terakhir sekitar 3.000- 5.000 kasus per tahun.
Bahkan data tersebut, bisa jauh lebih banyak karena warga banyak yang tidak berobat ke RS.
Saat disinggung terkait SDM tenaga medis yang bisa menangani kasus gigitan ular ini, Aji mengatakan, hal itu tidak mudah karena memerlukan pelatihan dan kurikulum yang khusus.
“Untuk peningkatan kompetensi tenaga medis diperlukan refreshing atau pelatihan dokter dengan kurikulum terstandar dalam penanganan kasus gigitan ular,” jelas dia.
Jenis Antivenom yang Dimiliki Indonesia
Sebelumnya dalam wawancara terpisah, pada tahun 2023 Kemenkes membeli beberapa jenis antivenom.
Kemudian di tahun 2024, Kemenkes membeli 4 jenis antivenom berjenis polivalen yakni satu antivenom yang bisa menangani sejumlah bisa ular.
Antivenom ini didistribusikan ke semua Dinkes Provinsi di Indonesia sehingga semua rumah sakit (RS) bisa mengakses antivenom bila mendapat kasus gigitan ular berbisa.
Adapun antivenom yang dibeli oleh Indonesia mayoritas berasal dari Thailand.
Sejauh ini Indonesia melalui Kemenkes memiliki 7 antivenom dimana jenisnya monovalen dan polyvalen.
Monovalen digunakan untuk gigitan king cobra (Ophiophagus hannah), cobra (Naja kaouthia), banded krait (Bungarus fasciatus), malayan pit viper (Calloselasma rhodostama), russels's viper (Daboia russeli siamensis), green pit viper (Trimeresurus albolaris), serta malayan krait (Bungarus candidus).
Sementara itu, yang polyvalen adalah neuro polyvalen (untuk king cobra, cobra, dan malayan krait) serta haemoto (untuk malayan pit viper, green pit viper, dan russel's viper).
Manfaatkan Teknologi Analisis Data, Industri Asuransi Sepakati Kerjasama dengan Kemenkes |
![]() |
---|
Sikat Gigi Saat Mandi Pagi dan Malam Sebelum Tidur Ternyata Kebiasaan yang Salah |
![]() |
---|
Kemenkes Ungkap Efek Domino Bunuh Diri: 35 Orang Ini Bisa Terdampak Psikologis |
![]() |
---|
Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker Multiple Myeloma, Apa yang Harus Dilakukan? |
![]() |
---|
Ekonom Ingatkan Pemerintah, Minimnya Sosialisasi Kebijakan Bisa Munculkan Resistensi Masyarakat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.