Jumat, 15 Agustus 2025

Serangan Siber Berbasis AI di Indonesia Melonjak Tajam, Temuan IDC Bikin Terperangah

Serangan siber berbasis AI melibatkan deepfake dalam penipuan email bisnis, brute force berbasis AI, hingga eksploitasi kesalahan konfigurasi cloud.

Editor: Choirul Arifin
dok.
SERANGAN SIBER BERBASIS AI - Serangan siber berbasis AI di Indonesia cenderung melonjak drastis dalam setahun terakhir. Menurut Survei IDC terbaru, serangan yang dilaporkan tidak lagi hanya berupa phishing atau ransomware, tapi juga melibatkan deepfake dalam penipuan email bisnis, brute force berbasis AI, hingga eksploitasi kesalahan konfigurasi cloud. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau AI untuk tindak kejahatan di Indonesia cenderung meningkat. Terbukti, serangan siber berbasis AI cenderung melonjak drastis dalam setahun terakhir di Indonesia. 

Survei IDC terbaru menyatakan, sebanyak 54 persen organisasi di Indonesia melaporkan mengalami serangan AI dalam 12 bulan terakhir, dan 36 persen di antaranya menyatakan insiden meningkat hingga tiga kali lipat.

Serangan yang dilaporkan tidak lagi hanya berupa phishing atau ransomware, tapi juga melibatkan deepfake dalam penipuan email bisnis, brute force berbasis AI, hingga eksploitasi kesalahan konfigurasi cloud.

Kondisi ini mengindikasikan pergeseran dari ancaman kasat mata ke serangan senyap yang sulit dideteksi.

"Organisasi kini menghadapi lonjakan ancaman yang semakin senyap dan kompleks," ujar Simon Piff, Research Vice-President, IDC Asia-Pacific dalam siaran pers yang dikutip, Jumat, 13 Juni 2025.

Dalam kondisi tersebut, kesiapan organisasi menghadapi tren ini masih rendah karena hanya 13 persen responden merasa sangat percaya diri menghadapi serangan AI.

Sementara, 18 persen lainnya belum memiliki kemampuan deteksi sama sekali. Menurut Fortinet, hal ini menunjukkan kesenjangan besar antara ekskalasi ancaman dan kemampuan mitigasi.

“Ketika ancaman menjadi semakin terkoordinasi, Fortinet membantu organisasi tetap selangkah lebih maju lewat pendekatan platform terpadu yang menggabungkan visibilitas, otomasi, dan ketahanan,” jelas Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia.

Faktor Penentu Perlindungan Data Digital

Edwin Lim menilai, kecepatan, kesederhanaan, dan strategi kini menjadi faktor penentu dalam perlindungan digital.

Dari sisi sumber daya, hanya 6 persen organisasi di Indonesia memiliki tim khusus keamanan siber. Meski 70 persen organisasi telah meningkatkan anggaran keamanan, mayoritas peningkatan masih di bawah 5 persen.

Baca juga: Indonesia Sasaran Tertinggi Kedua Serangan Siber Canggih di Asia Pasifik

Investasi terbesar kini diarahkan ke keamanan identitas, jaringan, serta penerapan konsep Zero Trust dan SASE, namun aspek penting seperti pelatihan dan keamanan OT/IoT masih terabaikan.

Untuk menjawab tantangan ini, 96 persen organisasi kini mulai menggabungkan jaringan dan sistem keamanan mereka dalam satu platform.

Baca juga: Praktisi Bicara Pemicu Utama Error pada Mobile Banking, Serangan Siber?  

"Kami melihat perubahan nyata dalam cara organisasi mengelola keamanan  dari fokus infrastruktur ke fokus strategis seperti ketahanan dan identitas,” kata Rashish Pandey, VP Marketing Fortinet Asia.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional sekaligus memperkuat daya tahan terhadap serangan siber berbasis AI.

Laporan Reporter Francisca Bertha Vistika | Sumber: Kontan

 

Sumber: Kontan
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan