Sabtu, 1 November 2025

ISACA Peringatkan Makin Maraknya Serangan Siber yang Memanfaatkan Kecanggihan AI

Perkembangan AI kini semakin kompleks dan dinamis di mana dunia usaha harus siap mengantisipasinya.

Istimewa
TANTANGAN PENYALAHGUNAAN AI - Harun Al Rasyid, Presiden ISACA Indonesia Chapter di penyelenggaraan GRACS IPSS 2025 di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025. 

 

Ringkasan Berita:
  • ISACA memperingatkan para pelaku industri tentang ancaman serangan siber yang kini semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI).
  • Perkembangan AI kini semakin kompleks dan dinamis di mana dunia usaha harus siap mengantisipasinya.
  • Upaya mengatasi dan mencegah penyalahgunaan AI untuk tindak kejahatan membutuhkan kolaborasi banyak pihak termasuk sektor industri, kampus, hingga regulator dan penegak hukum.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Information Systems Audit and Control Association (ISACA), asosiasi global nirlaba untuk profesional di bidang tata kelola teknologi informasi, memperingatkan para pelaku industri tentang ancaman serangan siber yang kini semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI)

ISACA melihat ini sebagai tantangan besar, kita perlu mengawal dan menyiapkan kompetensi yang sesuai untuk bidang tersebut terkait dengan tata kelola dan manajemen risikonya yang merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan," ungkap Harun Al Rasyid, Presiden ISACA Indonesia Chapter di penyelenggaraan GRACS IPSS 2025 di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

Dia menambahkan, saat ini digital trust menjadi tantangan sangat besar di dunia karena praktik-pratik pemakaian AI secara negatif oleh para pelalu kejahatan. "Dan ini menjadi tantangan utamanya. Industri harus siap mengantisipasi hal ini," ungkapnya.

Untuk mengantisipasi berbagai tindak kejahatan digital dibutuhkan kolaborasi banyak pihak yang melibatkan dunia usaha, regulator, praktisi teknologi informasi hingga akademisi dan kampus.

Baca juga: Di Forum ASEAN, Menlu RI Ingatkan Kejahatan Siber Sudah Merebak Jadi Ancaman Serius di Asia Tenggara

"Setiap pihak tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Kita butuh dukungan regulator dan penegakan hukum juga. Sektor industri juga membutuhkan panduan dari pemerintah tentang arah pengembangan," kata dia.

"Dari kampus juga berperan menghasilkan SDM yang menguasai kompetensi ini. Tindak kejahatan berbasis AI mulai marak dan banyak yang sudah menjadi korban," tegasnya.

Dia menambahkan, ISACA belum memiliki data pasti nilai kerugian akibat praktik tindak kejahatan digital ini termasuk dalam praktik penyalahgunaan AI.

"Tapi kami sudah merancang riset yang melbatkan 5-6 universitas seperti UI, Binus, Swiss German University, Telkom University, Pusat AI BRIN dan ITB. Kita akan kaji bidang-bidang AI ini yang hasilnya kita akan publikasikan ke masyarakat,"  bebernya.

 Penyelenggaraan GRACS IPSS 2025 merupakan hajatan ISACA Chapter Indonesia yang diselenggarakan dua tahun sekali. Namun mulai tahun ini penyelenggaraannya menjadi setahun sekali untuk merespon dinamika dunia digital yang sangat cepat dan tantangan AI yang semakin kompleks.

"Kita selenggarakan jadi setahun sekali, kalau tidak begitu kita akan ketinggalan mendapatkan update perkembangan dunia digital," kata Harun Al Rasyid.

Dia menambahkan, penyelenggaraan event GRACS IPPS tahun ini lebih ramai karena jumlah peserta yang melonjak dibanding penyelenggaraan sebelumnya.

Event ini merupakan gabungan dari dua konferensi IT utama yakni Governance Risk Management, Assurance & Cyber Security Summit (GRACS) dan Indonesia Privacy & Security Summit (IPSS) yang mengupas tentang privasi data dan keamanan siber melibatkan para praktisi industri, praktisi, regulator, dan akademisi untuk membangun fondasi ekosistem digital yang aman dan terpercaya. 

"Kami melihat tata kelola dan manajemen risiko sebagai satu unit yang tidak dapat dipisahkan. Kolaborasi antara GRACS dan IPSS ini menjadi sangat strategis dan penting bagi industri serta pengembangan ekosistem digital kita," ujarnya. 

Dia menambahkan, tantangan seperti penggunaan AI yang memiliki dampak positif dan negatif menuntut kesiapan semua pihak.

Menurutnya, industri IT di Indonesia harus belajar dan berkolaborasi, didukung oleh kebijakan yang matang dari regulator, panduan operasional, serta penyiapan SDM yang berkelanjutan dari akademisi.

Salah satu fokus utama event ini adalah penerapan kerangka tata kelola seperti COBIT dan AI Governance, yang dipromosikan oleh ISACA secara global. 

Kerangka ini telah diadopsi secara internasional, termasuk di Indonesia, bahkan menjadi alat ukur kematangan operasional untuk perusahaan BUMN.

"Kami mendorong industri untuk mengadopsi kerangka kerja manajemen dari ISACA secara lengkap dan menyiapkan SDM yang kompeten melalui berbagai program sertifikasi," tambah Harun. (tribunnews/fin)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved