Tribunners / Citizen Journalism
Memudarnya Hegemoni Militer AS di Wilayah Udara Timur Tengah
AS telah lama mengerahkan ribuan tentara di fasilitas-fasilitas di UEA, Kuwait, Oman, Qatar, dan negara-negara lain di Timur Tengah.
Editor:
Setya Krisna Sumarga
Akses penerbangan di wilayah tersebut telah terperosok dalam masalah dalam beberapa tahun terakhir akibat pertempuran di Yaman.
Administrasi Penerbangan Federal AS sebelumnya mengeluarkan peringatan tentang pengoperasian pesawat di Teluk Persia dan Teluk Oman.
Militer AS, bersama dengan beberapa mitra internasional, telah meningkatkan aktivitasnya di Timur Tengah seiring dampak perang Israel-Hamas yang berdampak di seluruh kawasan.
Perang tersebut, yang dimulai ketika kelompok militan Hamas membunuh 1.200 orang di Israel, kini memasuki bulan kelima, dan pembalasan Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 28.000 warga sipil Palestina.
Meningkatnya angka kematian warga sipil Palestina di Gaza telah membuat marah banyak penduduk di negara-negara Arab, dan mengkhawatirkan para otokrat yang memerintah mereka.
Namun banyak pemerintahan yang sama juga membenci Hamas dan pelindungnya, Iran.
Pada saat yang sama, mereka enggan untuk berperang habis-habisan dengan Iran dan dalam beberapa tahun terakhir berupaya memperbaiki hubungan dengan negara tersebut.
Keseimbangan politik di kawasan Timur Tengah memang sangat rapuh, setelah bertahun-tahun hegemoni AS sangat terasa.
Orientasi negara Arab, terutama Saudi dan UEA, mulai bergeser ke China dan Rusia, ketika AS secara membabibuta berusaha mendikte Timur Tengah menyusul perang Rusia-Ukraina.
Gelagat itu semakin menguat ketika Saudi dan beberapa negara Timur Tengah tertarik untuk bergabung blok ekonomi BRICS.
BRICS diinisiasi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Aliansi ini berusaha membuat skema ekonomi dan perdagangan baru yang setara dan saling menguntungkan.
Hal yang tidak diperoleh dari forum negara maju di G7 (dulu G8 sebelum Rusia didepak dari keanggotaan).
Negara-negara Timur Tengah berada di posisi tidak mudah, ketika harus menjaga keseimbangan antara AS dan sekutunya, dan menghadapi keganasan Israel di Palestina, yang mengusik emosi masyarakat kawasan itu.
Sementara Iran mulai muncul sebagai kekuatan yang mampu menandingi agresifitas Israel, dan memiliki pengaruh semakin kuat di peta politik kawasan.
Apakah hegemoni AS dan sekutunya sudah habis? Tentu saja belum. AS masih memiliki kunci-kunci penting yang bisa digunakan untuk membuat negara-negara teluk kembali tunduk.
Nyaris semua negara di kawasan itu memiliki ketergantungan tinggi terhadap produk senjata dan produk militer lain buatan AS dan barat.
Pemerintahan di kawasan teluk Arabia juga didominasi keluarga-keluarga kaya, yang takut jika revolusi musim semi menyapu mereka dari kemapanan.
Mereka secara alamiah masih memerlukan perlindungan, yang sejauh ini masih bisa diperoleh dari AS dengan kekuatan globalnya.(Setya Krisna Sumarga/Editor Seniot Tribun Network)
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konflik Timur Tengah
AS Serang Yaman
AS-Inggris Serang Houthi Yaman
AS Lancarkan Serangan ke Yaman
Serangan AS ke Irak dan Suriah
Timur Tengah Membara, Mesir dan Yordania Janji Bantu Lebanon Hadapi Serangan Israel |
![]() |
---|
Konflik Timur Tengah Memanas Dongkrak Harga Minyak Dunia, Pemerintah Ungkap Nasib BBM RI |
![]() |
---|
Wall Street Kembali Anjlok, Dibuka Merah Usai Terseret Ketegangan Konflik Timur Tengah |
![]() |
---|
Minyak Dunia Banting Harga, Anjlok Hingga 17 Persen Dampak Ketegangan Konflik Timur Tengah |
![]() |
---|
Media-media Siarkan Isu Yahya Sinwar Tewas, Jejak Radar Hilang hingga Catatan Diary |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.