Tribunners / Citizen Journalism
Jolly Roger dan Surat Kaleng Simbolik untuk Republik
Kemunculan Jolly Roger di momen sakral kenegaraan adalah sebuah surat kaleng simbolik dari segmen masyarakat yang merasa suaranya tak terdengar
Editor:
Dodi Esvandi
Oleh: Achmad Fadillah
Pemerhati dan Peneliti Kebijakan Publik
Di tengah seruan resmi untuk menyemarakkan perayaan kemerdekaan ke-80 dengan kibaran Merah Putih, sebuah pemandangan ganjil namun sarat makna muncul di berbagai penjuru negeri.
Dari gang-gang sempit perkotaan, bak truk yang melintasi jalur Pantura, hingga perahu nelayan yang bersandar di pesisir, berkibar pula bendera lain: tengkorak bertopi jerami—simbol kelompok bajak laut Topi Jerami dari anime Jepang One Piece.
Bagi sebagian orang, ini mungkin sekadar ekspresi kegemaran, tren anak muda, atau bentuk keisengan belaka. Namun, meremehkannya sebagai fenomena dangkal adalah sebuah kekeliruan.
Kemunculan Jolly Roger di momen sakral kenegaraan adalah sebuah surat kaleng simbolik—bisikan kolektif dari segmen masyarakat yang merasa suaranya tak terdengar di tengah riuh rendah perayaan pertumbuhan ekonomi.
Ini adalah gejala dari retakan yang lebih dalam: kesenjangan antara narasi resmi kemajuan dan realitas yang dirasakan di akar rumput.
Dua Wajah Ekonomi: Antara Statistik dan Kenyataan
Untuk memahami fenomena ini, kita harus melihat paradoks yang membingkai Indonesia hari ini.
Pada Kuartal II 2025, pemerintah dengan bangga mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi yang "mengejutkan"—mencapai 5,12 persen, melampaui ekspektasi pasar.
Di atas kertas, ekonomi tampak melesat, didorong oleh kinerja solid sektor manufaktur dan investasi. Ini adalah narasi publik yang disajikan sebagai bukti keberhasilan.
Namun di balik angka makro yang gemilang, terdapat cerita lain—lebih senyap, lebih personal—yang hidup di dapur rumah tangga dan kantong para pekerja.
Ketimpangan masih menganga, tercermin dari Rasio Gini sebesar 0,375.
Kelas menengah terus kehilangan pangsa konsumsi, sementara kue ekonomi lebih banyak dinikmati oleh 20 persen kelompok teratas.
Upah buruh rata-rata stagnan di angka Rp 3,09 juta per bulan, kenaikannya sering tak mampu mengimbangi inflasi kebutuhan pokok.
Kondisi "dua ekonomi" ini diperkuat oleh data keyakinan konsumen: optimisme masa depan lebih tinggi di kalangan berpenghasilan atas, sementara kelompok bawah cenderung pesimis.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Komnas HAM Sebut Respons Pemerintah soal Bendera One Piece Berlebihan |
![]() |
---|
Immanuel Ebenezer Sebut Fenomena Bendera One Piece Cerminkan Aspirasi Anak Muda |
![]() |
---|
PKB-GP Ansor Kutip Kata Gus Dur untuk Tanggapi Polemik Bendera One Piece |
![]() |
---|
Pengibaran Bendera One Piece Marak, Mahfud MD: Saya Tak Anggap Itu Tindak Pidana |
![]() |
---|
Misteri Berkibarnya Bendera One Piece di Puncak Hargo Dumilah Karanganyar Jateng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.