Kamis, 20 November 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Purbaya, Palu Kematian KONI? 

Kenjelang akhir 2025, dunia olahraga Indonesia belum lepas dari keresahan. Bukan karena prestasi atlet tapi justru karena sengkarut KONI

Editor: Dodi Esvandi
ist
Algooth Putranto, Community Director Evident Institute 

Saat keputusan politik menciptakan dampak internasional, yang terkena imbas adalah KOI dan para atlet, sementara KONI tetap sibuk dengan rutinitasnya. 

Jika melihat realitas hari ini, KONI sudah tak relevan. 

Fungsinya sebagai pengelola olahraga nasional telah kehilangan makna, sebab orientasi utamanya bukan lagi prestasi dunia melainkan acara domestik yang penuh kepentingan daerah dan politik lokal. 

KONI tak menghasilkan atlet Olimpiade, tak berperan dalam diplomasi olahraga, alih-alih jadi beban anggaran negara. 

Membubarkan KONI jelas langkah radikal, tetapi justru itulah langkah logis. 
Dengan dibubarkannya KONI, sistem olahraga kita bisa lebih ramping dan efektif. 

Sementara KOI dapat mengambil alih pembinaan elite dan hubungan internasional dengan dukungan penuh dari federasi olahraga nasional. 

Kemenpora cukup jadi regulator dan pengawas kebijakan, bukan operator lapangan. 

Dana publik bisa disalurkan langsung ke Pelatnas, klub pembina, dan federasi cabang olahraga dengan mekanisme audit yang terbuka bahkan bisa dikawal secara aktif oleh masyarakat secara real time. Kurang detail apa netizen kita?!

Bagi mereka yang khawatir pembinaan di daerah akan terhenti, jawabannya sederhana: pembinaan bisa dan harus dilakukan oleh pengurus cabang olahraga serta klub, bukan birokrat KONI daerah. 

Dengan sistem berbasis kinerja, hibah dan bantuan akan diberikan kepada pihak yang berkomitmen menghasilkan atlet berprestasi, bukan kepada struktur organisasi yang tak produktif karena orientasinya hanya duit. 

Indonesia juga tak butuh lembaga yang hanya sibuk mengatur upacara pembukaan PON dan merancang baju seragam kontingen. 

Serahkan saja pada event organizer (EO) profesional. 

Indonesia lebih butuh sistem yang menempatkan atlet sebagai pusat, bukan pejabat. 

KONI jelas sekadar simbol masa lalu, bukan masa depan. 

Sanksi IOC terhadap Indonesia sebetulnya alarm keras yang menegaskan bahwa tata kelola olahraga kita yang sudah usang karena enggan kencang melaju ke depan. 

Mungkin sudah waktunya kita berani mengakui satu hal: olahraga Indonesia tak akan maju selama KONI masih ada. 

Jika mengubah UU Olahraga butuh negosiasi di Parlemen, bisa jadi Menteri Purbaya bernyali ketok palu menghentikan pasokan dana ke KONI. Selesai itu barang!

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved