Tribunners / Citizen Journalism
Purbaya, Palu Kematian KONI?
Kenjelang akhir 2025, dunia olahraga Indonesia belum lepas dari keresahan. Bukan karena prestasi atlet tapi justru karena sengkarut KONI
Kedua, sikap terhadap Israel? Ah ini tak perlu dibahas.
Sejarah mencatat, timnas sepak bola kita yang lolos babak kedua kualifikasi Piala Dunia 1958 menolak bertanding dengan Israel karena dukungan dan solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Untuk konsekuensi itu Sukarno lantas menggagas Olimpiade tandingan atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO) di 1963 yang sukses sekaligus membuat manajemen olahraga Indonesia ruwet sampai saat ini.
Ruwet karena pengelolaan olahraga kita lantas terjebak dalam dualisme organisasi yang bertanggung jawab atas nasib olahraga nasional dan karier para atlet Indonesia hingga mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia?
GANEFO melahirkan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), lembaga yang selama puluhan tahun berdiri sebagai payung besar olahraga nasional, tetapi—maaf--semakin kehilangan relevansinya.
Jadi sebagai organisasi warisan kolonial Belanda, setelah Indonesia merdeka, organisasi ini berkali mengalami transformasi, seperti Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) pada 1946 yang lalu dilebur oleh pemerintah dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sebagai KONI pada 1951.
Pada 1967, Presiden Soeharto mengukuhkan KONI melalui Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1967 sebagai badan mandiri dan non-pemerintah di bidang olahraga dengan semangat mengonsolidasikan organisasi olahraga, membina atlet di tingkat nasional, dan menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON).
Namun seiring perkembangan sistem olahraga dunia, pembagian tugas pun berubah total sejak terbit UU Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan memecah KONI jadi Komite Olahraga Nasional (KON) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
Pemerintah lalu menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2005 disusul keputusan Musyawarah Olahraga Nasional Luar Biasa (Musornaslub) pada 30 Juli 2007.
Keputusannya (Musornaslub) ada beberapa a.l membentuk Komite Olimpiade Indonesia (KOI), menyerahkan fungsi sebagai NOC Indonesia dari KONI kepada KOI. Nama KONI dipertahankan dan tidak diubah menjadi KON.
Sejak KOI diakui IOC pada 2011 maka urusan olahraga internasional—termasuk Olimpiade, Asian Games, dan hubungan dengan federasi olahraga dunia—jadi wewenang KOI.
Artinya, seiring pembentukan KOI atau NOC maka KONI tak lagi punya fungsi strategis dalam puncak karier atlet ke tingkat dunia yakni Olimpiade, karena di situlah nama Indonesia bisa berkibar.
Karena jalur ke tingkat internasional bukan lagi urusan KONI, maka orientasi KONI ya hanya berhenti di level domestik.
Sebatas PON, Porprov, atau event lokal.
Sementara semua hal seperti seleksi, kualifikasi, dan pengiriman atlet ke ajang dunia ada di tangan KOI.
Baca juga: Achmad Azran Dapat Sinyal Hijau Pramono Anung untuk Maju Ketua Umum KONI DKI Jakarta 2026/2030
KONI yang Usang
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| Pengakuan Negara Palestina Meluas, Menteri Israel Kelabakan, Minta Presiden Abbas Dipenjara |
|
|---|
| Alasan Penjualan Jet F-35 AS ke Arab Saudi Jadi Kontroversi, Dapat Protes dari Israel |
|
|---|
| Bendera Palestina Berkibar di Balai Kota Toronto untuk Pertama Kali, Kelompok Yahudi Gelar Protes |
|
|---|
| Rusia Tolak Ikut Campur, Sebut Resolusi Gaza Versi AS 'Jebakan Berbahaya' bagi Masa Depan Palestina |
|
|---|
| Apa Tugas Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza setelah Disahkan oleh PBB? |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/algooth-putranto.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.