Waktunya Muda Mudi Dapat Wawasan
Digital Overload: Ketika Otak Sulit Mencerna Informasi Akibat Sering Scrolling Medsos
Sadarkah kamu, semakin sering kita fokus pada layar gadget, semakin besar pula kemungkinan kita mengalami digital overload?
Penulis:
Yosephin Pasaribu
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Niatnya cuma lima menit aja, eh tahu-tahu bablas sampe dua jam. Hayo, siapa di sini yang suka scrolling media sosial sampai lupa waktu?
Kalau kamu salah satunya, tenang, kamu enggak sendirian. Hal ini terasa lumrah sebab teknologi digital telah mengambil peran penting dalam aktivitas sehari-hari.
Laptop, gadget, komputer, dan tablet telah merevolusi cara kita dalam bekerja, berkomunikasi, dan menghibur diri sendiri.
Berdasarkan laporan “Digital 2025: Global Overview Report” yang dipublikasi We Are Social, media sosial banyak digunakan untuk mengisi waktu luang (39 persen), membaca berita (34,5 persen), menelusuri konten artikel dan video (31 persen), hingga untuk mencari isu-isu terkini yang populer (29 persen).
Laporan yang sama menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan 188 menit per hari di media sosial, atau sekitar 3 jam 8 menit. Durasi ini jauh melampaui rata-rata global yang hanya menghabiskan 141 menit per hari untuk mengakses media sosial.
Sadarkah kamu bahwa kebiasaan ini bisa menjadi pedang bermata dua? Semakin sering kita fokus pada layar gadget, semakin besar pula kemungkinan kita mengalami digital overload.
Kondisi ini terjadi ketika kamu terlalu sering menggunakan gadget atau terlalu banyak mengonsumsi informasi digital dari berbagai arah, seperti smartphone, televisi, atau laptop.
Alhasil, otak jadi kewalahan menerima informasi dan kesulitan untuk memproses semuanya. Ujung-ujungnya apa? Kita jadi susah fokus, gampang capek, bahkan rentan stres, padahal secara fisik kita “hanya duduk diam” di depan layar.
Kenapa ya scrolling medsos bikin candu?
Kalau kamu merasa suka banget scrolling medsos sampai lupa waktu, hindari untuk menandai diri sebagai pribadi yang kurang disiplin. Soalnya, ada beberapa alasan di balik kebiasaan ini. Yuk, simak penjelasan berikut ini!
- Otak suka diberi hadiah
Saat menemukan konten yang lucu, seru, atau bikin penasaran di media sosial, otak kita memberi hadiah berupa hormon senang yang bernama dopamine.
Ketika kadar dopamine ini meningkat, otak akan mengidentifikasi scrolling medsos sebagai aktivitas menyenangkan yang harus kamu lakukan kembali. Alhasil, rasanya jadi pengen scroll lagi, lagi, dan lagi. Hasilnya? Otak jadi ketagihan dengan rasa senang yang muncul akibat aktivitas tersebut.
- Scroll terus tanpa henti
Sadarkah kamu kalau feed Instagram, TikTok, atau YouTube Shorts itu enggak ada ujungnya? Inilah yang disebut dengan infinite scroll, yang mana media sosial memang sengaja didesain seperti itu.
Karena enggak ada “akhir halaman”, otak kita tidak menerima sinyal untuk berhenti. Akhirnya apa? Tentu saja kebablasan.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Harvard Health Publishing yang menyatakan bahwa platform digital didesain untuk mempertahankan perhatian kita selama mungkin, dengan algoritma yang mempelajari pola ketertarikan pengguna secara real-time.
- Fear of missing out (FOMO)
Alasan yang satu ini sejalan dengan hadirnya teknologi di dalam hidup kita, yaitu untuk memudahkan kita menerima informasi. Sayangnya, hal itu malah membuat kita jadi sering takut ketinggalan info, tren, gosip, atau update tentang situasi global, nasional, atau personal tertentu.
Nah, rasa takut inilah yang mendorong kita untuk terus mengakses media sosial dan scrolling hingga lupa waktu.
- Algoritma media sosial mengenali kita
Pernahkah kamu merasa kalau sekarang aplikasi makin pintar? Mereka tahu banget kesukaan kamu, entah itu konten kucing lucu, drama, konspirasi, fashion, atau gosip artis.
Karena isinya sesuai selera inilah yang bikin kamu makin betah dan makin susah berhenti scrolling media sosial.
- Scrolling medsos jadi pelarian
Kadang, kalau kita lagi bosan, stres, atau sedih, kita cenderung membuka media sosial buat cari hiburan atau pelarian. Misalnya: nonton video lucu, scroll TikTok, atau melihat story orang lain.
Nah, itu hanya membuat kita merasa lebih baik sementara waktu. Padahal, emosi negatifnya belum benar-benar hilang, cuma ditunda atau “diabaikan sebentar”.
Baca juga: Sedang Trending di Medsos: dari Konflik Iran-Israel hingga Perang Dunia ke-3?
Cara mengatasi digital overload
Sebelum mengetahui cara mengatasi kondisi digital overload ini, sekarang coba cek diri kamu dengan pertanyaan ini:
- Berapa kali kamu menggunakan smartphone dalam sejam terakhir?
- Kapan terakhir kamu melakukan aktivitas tanpa tergoda untuk membuka notifikasi dari media sosial?
- Pernah merasa “capek mental” padahal enggak ada kejadian apapun yang menyulitkanmu?
- Apakah kamu mengalami gangguan tidur?
Kalau jawaban kamu bikin kamu berpikir, bisa jadi kamu butuh yang namanya digital detox—eits, bukan berarti kamu harus menghapus akun media sosial, ya.
Ada beberapa hal kecil yang bisa kamu lakukan, mulai dari:
- menetapkan batasan waktu penggunaan setiap aplikasi (misalnya 30 menit/hari),
- mengaktifkan mode fokus atau “Do Not Disturb” saat bekerja atau menjelang tidur,
- mengisi hari dengan aktivitas bermanfaat lain, seperti membaca buku atau jalan kaki,
- menjadwalkan waktu screen break (misalnya setiap 1 jam kerja = 10 menit tanpa layar)
- menggunakan grayscale mode di handphone (FUN FACT: meski warna abu-abu bikin konten digital terasa membosankan, faktanya itu bagus untuk mencegah doomscrolling, loh!)
Digital overload itu bukan hal yang receh. Lama-kelamaan, bisa bikin kamu susah fokus, gampang capek, dan hilang semangat. Scrolling medsos itu sah-sah aja, asalkan kamu tahu batasan. Ingat, yang pegang kendali itu kamu, bukan layarnya.
Waktunya Muda Mudi Dapat Wawasan
Singapura Punya Speakers Corner, Tempat Warga Sipil Bebas Demo ke Pemerintahnya |
---|
Bukan Sekadar Beres-Beres, Decluttering Bisa Tingkatkan Kualitas Hidup |
---|
Mengenal Pacu Jawi: Tradisi Balap Sapi yang Sarat Nilai Kemerdekaan |
---|
Film Animasi Rp6,7 M Dihujat, 5 Animator Indonesia Ini Buktikan Talenta di Industri Film Global |
---|
Selain Yogurt dan Kimchi, Probiotik Lokal Indonesia Ini Juga Punya Segudang Manfaat |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.