Sabtu, 23 Agustus 2025

Amerika Serikat Gagal Bayar Utang

Pertemuan Presiden AS Joe Biden dengan McCarthy Berakhir Tanpa Kesepakatan Plafon Utang

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengakhiri pembicaraan dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy. Ini hasilnya

NBC
Pertemuan Joe Biden dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy berakhir tanpa kesepakatan kenaikan plafon utang 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengakhiri pembicaraan dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy tanpa kesepakatan tentang cara menaikkan plafon utang pemerintah AS sebesar 31,4 triliun dolar AS.

"Saya merasa kami melakukan diskusi yang produktif. Kami belum mencapai kesepakatan," kata McCarthy kepada wartawan setelah satu jam pembicaraan dengan Biden di Oval Office, Senin (22/5/2023).

Baca juga: Janet Yellen: AS Masih Belum Bisa Bayar Utang, Ancaman Default di Depan Mata

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan kegagalan untuk mengangkat plafon utang akan memicu default yang akan mengguncang pasar keuangan dan mendorong suku bunga lebih tinggi dalam segala hal mulai dari pembayaran mobil hingga kartu kredit.

Sementara itu, Partai Republik menginginkan pemotongan pengeluaran diskresioner, persyaratan kerja baru untuk beberapa program bagi orang Amerika berpenghasilan rendah.

Mereka pun juga menginginkan pencabutan bantuan Covid-19 yang disetujui oleh Kongres, yang diperlukan untuk menutupi biaya anggota parlemen.

Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan negosiator Republik telah mengusulkan pemotongan tambahan untuk program yang menyediakan bantuan makanan bagi orang Amerika berpenghasilan rendah, dan menekankan tidak ada kesepakatan yang dapat disahkan Kongres tanpa dukungan dari kedua belah pihak.

Oleh karena itu, setiap kesepakatan untuk menaikkan batas utang harus mendapat persetujuan dari Kongres dan karena itu bergantung pada dukungan bipartisan.

Menkeu AS Janet Yellen: 1 Juni Tenggat Waktu Untuk Naikkan Plafon Utang

Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengatakan 1 Juni tetap menjadi "tenggat waktu yang sulit" untuk menaikkan batas utang federal.

"Saya menunjukkan dalam surat terakhir saya kepada Kongres bahwa kami berharap tidak dapat membayar semua tagihan kami pada awal Juni dan mungkin paling cepat 1 Juni. Dan saya akan terus memperbarui Kongres, tetapi saya pasti belum mengubah penilaian saya. Jadi saya pikir itu tenggat waktu yang sulit," kata Yellen dalam sebuah program "Meet the Press" NBC, Minggu (21/5/2023).

Di samping itu, Presiden AS Joe Biden menyebut tawaran terbaru Partai Republik dalam pembicaraan untuk mengangkat plafon utang pemerintah "tidak dapat diterima", tetapi mengatakan dia akan bersedia memotong pengeluaran bersama dengan penyesuaian pajak untuk mencapai kesepakatan.

Peringatan

Janet Yellen mengungkap potensi negaranya yang akan mengalami gagal bayar utangnya paling cepat pada Juni 2023.

Pernyataan tersebut dilontarkan Yellen, usai kongres AS gagal menaikkan pagu atau batas pinjaman ditengah lonjakan utang yang telah membengkak ke kisaran 31,45 triliun dolar AS per 31 Maret 2023.

“Departemen Keuangan kemungkinan tidak akan lagi dapat memenuhi semua kewajiban pemerintah jika Kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang pada awal Juni dan potensinya paling cepat 1 Juni," tegas Yellen.

Sebelum isu kegagalan ekonomi AS mencuat, Yellen  sempat  memperingatkan para kongres di negaranya untuk bersiap menaikan pagu batas pinjaman senilai 1,5 triliun dolar AS.

Hal ini dimaksudkan agar AS terhindar dari malapetaka ekonomi, akibat efek dari kenaikan suku bunga yang jauh lebih tinggi di tahun selanjutnya.

Namun peringatan Yellen tak ujung diindahkan, para kongres Gedung Putih justru memilih untuk memangkas semua anggaran  pengeluaran negara sebesar 4,5 triliun dolar AS.  

Meski cara tersebut diklaim sebagai langkah tepat untuk menekan kerugian.

Namun Yellen menilai apabila kebijakan itu hanya akan mempercepat potensi gagal bayar utang AS.

"Jika Kongres gagal menaikkan batas utang, itu akan menyebabkan kesulitan besar bagi keluarga Amerika, membahayakan posisi kepemimpinan global kita, dan menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan kita mempertahankan kepentingan keamanan nasional kita," kata Yellen.

Awal Kegagalan AS

Pembayaran utang Amerika awalnya dijanjikan rampung  pada di awal Juli hingga September 2023. Namun karena dana darurat yang dimiliki Amerika terus mengalami penipisan, ditengah melonjaknya tagihan utang.

Sejumlah ahli kemudian memproyeksi, apabila Amerika akan gagal membayarkan tagihan utang sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan proyeksi analis, Menteri Keuangan Janet Yellen juga turut memperingatkan negaranya untuk bersiap menghadapi malapetaka ekonomi di tahun selanjutnya, apabila AS gagal membayarkan tagihan utang senilai 1,45 triliun dolar AS.

Dampak Gagal Bayar

Lebih lanjut Yellen menjelaskan ketika gagal bayar terjadi, peringkat kredit Amerika Serikat akan di-downgrade.

Pelaku pasar juga berpotensi menjual surat utang AS (Treasury) dan berimbas pada melonjaknya suku bunga lantaran terpengaruh kenaikkan yield. 

Treasury juga tidak lagi dipandang sebagai aset aman atau safe haven, hal ini tentunya akan mempengaruhi kinerja  pasar saham AS Wall Street hingga dapat turun ke peringkat terendah dalam sejarah.

Imbas tekanan tersebut, para pelaku bisnis berpotensi dilanda kebangkrutan massal lantaran sulit mendapatkan persetujuan untuk jalur kredit dari bank.

Apabila ancaman ini benar-benar terjadi, maka tingkat pengangguran di AS bakal naik menembus 4,7 persen tahun ini.

Ancaman gagal bayar utang juga berpotensi memicu lonjakan pada defisit anggaran tahunan AS hingga bengkak menjadi 2 triliun dolar AS antara 2024 dan 2033, mendekati rekor era pandemi pada akhir dekade ini apabila gagal bayar benar – benar terjadi.

"Kegagalan negara akibat default berpotensi besar menimbulkan bencana ekonomi dan keuangan. Hal itu lantaran default dapat menaikkan biaya kredit selamanya, serta membuat investasi masa depan dipatok lebih mahal," jelas Yellen.

“Itu juga akan berisiko merusak kepemimpinan ekonomi global dan menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan kami untuk mempertahankan kepentingan keamanan nasional kami," tambah Yellen seperti yang dikutip dari Reuters.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan