Sabtu, 16 Agustus 2025

Misbakhun Jadi Doktor Ekonomi, Disertasinya Tentang Peran DPR di Masa Pandemi

Sebagai promovendus, Misbakhun mengawali paparannya dengan menguraikan pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid-19) yang menjadi bencana global.

HO
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyandang gelar doktor ilmu ekonomi dari Universitas Trisakti (Usakti). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyandang gelar doktor ilmu ekonomi dari Universitas Trisakti (Usakti).

Dia itu meraih titel doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul ‘Telaah Kebijakan Publik atas Peran DPR Mengintegrasikan Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Postur APBN untuk Penanganan Pandemi Covid-19’ dengan yudisium cum laude.

Sidang terbuka atas disertasi Misbakhun digelar di Gedung S Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FB) Usakti di Jakarta Barat, Selasa (4/6/2024) siang.

Baca juga: Kertas Kebijakan Digitalisasi Sistem Kesehatan Se-ASEAN Diluncurkan Demi Cegah Pandemi Berikutnya

Bertindak sebagai promotor bagi Misbakhun ialah Prof. Muhammad Zilal Hamzah, Prof Muliaman D Hadad (co-promotor I), dan Prof. Dr. Eleonora Sofilda (co-promotor II). Adapun tim pengujinya diketuai Dekan FB Usakti Prof. Dr. Yolanda Masnita Siagian.

Sebagai promovendus, Misbakhun mengawali paparannya dengan menguraikan pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid-19) yang menjadi bencana berskala global.

Efek pandemi itu tidak hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga perekonomian.

Menurut Misbakhun, pemerintah menggulirkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu mengatakan PEN memerlukan integrasi kebijakan fiskal dan moneter.

“Inisiatif sinergi kebijakan tersebut bergulir dari DPR dengan apa yang dikenal sebagai burden sharing (pembagian beban, red),” ujarnya.

Dari mekanisme burden sharing itulah Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter mengakomodasi kebutuhan pembiayaan fiskal pemerintah yang membengkak akibat defisit besar pada APBN.

Misbakhun menyebut kebijakan itu tetap mengedepankan independensi BI sebagai bank sentral.

BI pun membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah. Dengan demikian, pemerintah memiliki ruang fiskal cukup untuk membiayai PEN.

Dalam konteks itu pula DPR sebagai pembuat undang-undang (UU) turut berperan dalam pembuatan kebijakan. Misbakhun menjelaskan DPR mengintegrasikan kebijakan fiskal dan moneter, sekaligus mengawasi dan mengevaluasi penggunaannya.

“Peran DPR sangat krusial dalam memberikan legitimasi atas pembelian SBN oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter melalui persetujuan atas Perpu Nomor 1 Tahun 2020 sehingga menjadi dasar legislasi dalam UU Nomor 2 Tahun 2020,” kata Misbakhun yang juga Politikus Partai Golkar.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan