IHSG Merosot hingga 6 Persen, Analis Sebut Akibat Banyaknya Sentimen Negatif dari Dalam Negeri
Dari sisi domestik, masih ada permasalahan terkait dengan tren pelemahan jumlah tingkat kelas mengenah di Indonesia.
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pertama perdagangan Selasa (18/3/2025) mengalami penurunan hingga 6 persen.
Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pun membekukan sementara perdagangan atau disebut juga sebagai trading halt pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) hingga 11:49:31 waktu JATS.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menjelaskan, penurunan ini terkait dengan sentimen pasar yang menunggu kebijakan pro-market dari pemerintah.
"Sejauh ini sentimen negatifnya kuat, khususnya di market Indonesia," katanya kepada Tribunnews, Selasa (18/3/2025).
Baca juga: Mengenal Trading Halt, Kebijakan BEI untuk Respons Anjloknya IHSG pada Hari Ini
Ia menjelaskan, dari sisi domestik, masih ada permasalahan terkait dengan tren pelemahan jumlah tingkat kelas mengenah di Indonesia.
Jadi, yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kelas atas, buka kelas menengah.
"Situasi ini membuat kondisi makroekonomi domestik Indonesia masih relatif kurang kondusif. Apalagi kita sudah mengalami deflasi, minus 0,99 persen sejak 25 tahun terakhir,' ujar Nafan.
Di sisi lain, ia mengatakan rupiah juga sedang mengalami depresiasi di kisaran Rp 16.000-Rp 16.400 per dolar AS.
Pelemahan rupiah ini tidak hanya disebabkan oleh data makroekonomi Indonesia, tetapi juga oleh kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump atau yang disebut juga Trumponomics.
"Trumponomics ini menyebabkan terjadinya inflow yang mengalir ke US domestic market karena terkait dengan yang namanya America First Policy," ucap Nafan.
Pelaku pasar juga disebut masih menantikan kebijakan pro-market dari pemerintah.
Nafan menilai investor cenderung memilih pasar yang lebih kondusif dan stabil.
Kondusifitas ini yang ia soroti tidak lepas dari wacana pemerintah ingin melibatkan Bareskrim Polri di kegiatan saham. Selain itu, juga soal polemik Danantara.
Karena itu, Nafan pun memandang investor akan lebih prudent atau hati-hati ketika menanamkan modal di IHSG.
"Jadi memang para pelaku pasar untuk sementara ini bersikap prudent ya," kata Nafan.
Ia mengatakan, dalam jangka pendek pelaku pasar tengah menantikan keputusan Bank Sentral AS atau The Fed.
Pelaku pasar menantikan The Fed yang akan melakukan penetapan suku bunga acuan.
Untuk di Indonesia, pelaku pasar tengah menantikan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonsia (BI).
"Semestinya BI berani ya menekan suku bunga acuan karena rupiah berada di Rp 16.300-Rp 16.400. Tapi, di sisi lain, kita juga melihat spread antara suku bunga kita dengan inflasi ya, apalagi deflasi, itu sudah sangat jauh," ujar Nafan.
"Ya memang cadangan devisa kita kan sebenarnya masih memadai itu untuk menstabilkan rupiah. Seharusnya BI berani menekan suku bunga acuan. Apalagi kan devisa hasil ekspor SDA kan sudah diterapkan sejak 1 Maret," jelasnya.
Distribusikan 6 Ton Beras untuk Pasar Murah di Madiun Jatim, Polri: Untuk Jaga Stabilitas Pangan |
![]() |
---|
Didukung Saham Teknologi, Nasdaq Cetak Rekor Penutupan Tertinggi |
![]() |
---|
Kasus Beras Oplosan Terungkap, Konsumen Pilih Pasar Tradisional dan Penggilingan |
![]() |
---|
Lonjakan Pembeli di Pasar Tradisional Imbas Kasus Beras Oplosan, Pedagang: Alhamdulillah Ramai |
![]() |
---|
Sarifah Suraidah: Pemerintah Perlu Gelar Operasi Pasar Masif untuk Stabilkan Harga Beras |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.