Kamis, 7 Agustus 2025

Serap Tenaga Kerja Paling Banyak, Ekonom Sarankan Industri Tekstil Dapat Treatment Spesial 

Pertumbuhan industri manufaktur tidak terlepas dari kontribusi sektor tekstil, di mana sektor ini menjadi penyerap tenaga kerja yang cukup besar.

ISTIMEWA
INDUSTRI MANUFAKTUR - Pertumbuhan industri manufaktur tidak terlepas dari kontribusi sektor tekstil, di mana sektor ini menjadi penyerap tenaga kerja yang cukup besar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri manufaktur menyumbang 18,98 persen terhadap PDB nasional pada tahun 2024. Sektor ini menjadi sumber pertumbuhan tertinggi bagi perekonomian Indonesia.

Sayangnya, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diperkirakan akan membuat sektor ini akan terasa sulit berkontribusi maksimal ke pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Pertumbuhan industri manufaktur tidak terlepas dari kontribusi sektor tekstil. Industri padat karya ini menjadi penyerap tenaga kerja yang cukup besar.

Bukan hanya itu, faktor penting berikutnya adalah karena struktur tenaga kerjanya juga ramah atau inklusif terhadap pendidikan rendah, menengah, hingga semi terampil.

Baca juga: PMI Manufaktur Kontraksi, Pelaku Industri Masih Optimistis Bisa Tambah Tenaga Kerja

Wakil Direktur LPEM UI Mohamad Dian Revindo mengatakan, dari catatan pihaknya, industri tekstil sekitar 63 persen pekerjanya lulusan SLTP atau kebawah dan 33 persen SLTA.

"Itu menunjukkan bahwa industri ini penting untuk tenaga kerja. Jangan lupa, tenaga kerja juga konsumen. Ketika mereka gajian, mereka jadi pembeli juga untuk produk-produk dalam negeri, termasuk tekstil lagi, termasuk pakaian jadi lagi. Oleh karena itu, sektor ini menurut kami spesial dan harus diperlakukan spesial, tidak bisa diseragamkan, disamaratakan dengan sektor lain," tutur Revi dikutip dari YouTube tvOneNews, Minggu (15/6/2025).

Perlakuan spesial yang dimaksud Revi misalnya dari penyediaan bahan baku, harga energi, kebijakan, impor, mulai dari penggunaan, promosi, ekspor, utilisasi perjanjian perdagangan pun harus diperlakukan spesial, tidak bisa sama dengan yang lain.

Menurut Revi, pemerintah harus tegas dalam mengambil setiap kebijakan, misalnya ingin melakukan hilirisasi petrokimia atau ingin memanfaatkan bahan baku murah dari Timur Tengah yang sekarang sedang banjir.

"Tegas saja mau seperti apa supaya industri benangnya bisa hidup, itu yang di hulu. Kalau yang di tengah, masalahnya mesinnya tadi. Saya pernah ke beberapa pabrik benang dan tekstil, itu tidak seperti yang dibayangkan, padat modal luar biasa, mesinnya luar biasa. Maka di situ harga energi menjadi penting. Harga energi kita konon cukup mahal, angkanya satu setengah kali lipat," terangnya.

Revi juga menyoroti industri tekstil hilir yakni pakaian jadi. Di mana isunya adalah Indonesia mempunyai 18 perjanjian perdagangan internasional.

Akan tetapi, tidak jelas apakah dalam perjanjian-perjanjian tersebut disebutkan klausul mengenai industri tekstil Indonesia yang bisa memasuki 18 negara yeeee.

"Sudah dimanfaatkan atau belum untuk memasukkan tekstil. Apakah tekstil dan produk tekstil itu masuk kepada request list dan offer list dari negosiasi perdagangan kita dan kedua baru tata pengelolaan importasi," ujar Revi.

Revi mengemukakan, pengelolaan importasi dinilai paling penting, karena menjadi cara termurah untuk melindungi industri dalam negeri, dibandingkan stimulus atau insentif fiskal.

"Kalau pakai insentif fiskal, berapapun disediakan pemerintah, tax holiday, tax allowance, melawan dumping, melawan itu, tidak akan sanggup, akan habis dan kita sedang melakukan efisiensi anggaran. Cara paling murah adalah gunakan regulasi dan aparat yang ada untuk mengendalikan impor. Kalau kita bicara impor, catatan kami itu harus dibedakan ya. Satu, impor legal dan fair. Kedua, impor legal tapi tidak fair, tidak fairness dumping atau under invoicing. Ketiga, ilegal. Tapi menurut identifikasi kami, tiga hal ini, treatment-nya perlu agak berbeda," ucap Revi.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan