Senin, 29 September 2025

Menko Airlangga: Tarif Resiprokal AS Berlaku Mulai 7 Agustus 2025

Airlangga menyatakan, penerapan tarif resiprokal perdagangan AS sebesar 19 persen untuk Indonesia, mulai berlaku 7 Agustus

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Istimewa
TARIF RESIPROKAL - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, penerapan tarif resiprokal perdagangan Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen untuk Indonesia, mulai berlaku 7 Agustus 2025 mendatang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, penerapan tarif resiprokal perdagangan Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen untuk Indonesia, mulai berlaku 7 Agustus 2025 mendatang.

Menurut Airlangga, tarif resiprokal Indonesia sudah final di angka 19 persen. 

"Kan sudah diumumkan, 92 negara sudah, dan Indonesia kan seperti kita ketahui sudah selesai dan berlaku tanggal 7 dan seluruh negara ASEAN hampir selesai dan negara-negara yang di ASEAN kecuai Singapura tarifnya paling rendah," kata Airlangga di kantornya, Jumat (1/8/2025).

Baca juga: 68 Negara Kena Gebuk Tarif Impor Trump, Indonesia Terdampak Berapa Persen?

Airlangga mengatakan, beberapa negara di ASEAN memang mendapatkan tarif resiprokal rendah sebesar 19 persen, artinya bukan hanya Indonesia, tapi juga Thailand. Hal itu karena persaingan dagang.

"Kan selama ini juga sama, punya competitivenes terhadap Thailand maupun Malaysia dan sektornya agak mirip tapi ada perbedaan juga," ujarnya.

"Yang penting India agak tinggi sedikit," sambungnya.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Perekonomian akan meminta penjelasan dari United States Trade Representative (USTR), terkait penerapan tarif dasar global sebesar 15-20 persen dari Amerika Serikat (AS).

USTR merupakan perwakilan dagang di Amerika Serikat (AS). USTR juga mewakili AS dalam perundingan perdagangan bilateral dan multilateral.

Sedangkan Presiden AS Donald Trump menyebut akan menetapkan tarif 15-20 persen bagi negara yang belum memiliki kesepakatan dagang dengan AS.

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, kebijakan itu perlu diperjelas. Sebab, hingga saat ini belum ada dokumen resmi terkait penerapan tarif resiprokal perdagangan ke AS.

"Itu yang mau kita perjelas, yang dimaksud 15-20 persen itu seperti apa. Sekarang ini sejujurnya di dokumen resminya kan belum ada. Itu semuanya nanti kan harus ada perjanjian perdagangan," ujar Susiwijono di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Menurut Susiwijono, kebijakan tarif resiprokal tidak bisa disebarkan tiba-tiba hanya berdasarkan pengumuman yang dimuat melalui media sosial semata. Sebab kata dia, kesepakatan itu menyangkut penerimaan negara.

Baca juga: Neraca Dagang RI Surplus 19,48 Miliar Dolar AS hingga Juni 2025

"Kita sendiri harus perjelas, tarif resiprokal itu selama ini pemahamannya adalah on top dari tarif MFN. Ternyata ada beberapa negara yang pemahamannya itu include dalam tarif resiprokal MFN. Jadi tetap harus diperjelas," tutur dia.

Susiwijono mengaku, hingga saat ini pemerintah terus berkomunikasi dengan pemerintah AS terlebih masih ada negosiasi lanjutan.

Negosiasi yang dilakukan yakni mengupayakan komoditas tertentu misalnya barang yang dibutuhkan AS dan tidak bisa diproduksi di AS tapi hanya ada di Indonesia. 

"Kita akan bikin daftarnya, contohnya apa? CPO, kopi, kakao, produk-produk mineral, nikel dan sebagainya. Nah itu yang kita mau nego kan jangan kena 19 persen tapi resiprokal nya 0 persen," jelas dia.

Mengutip Kompas, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyatakan akan menetapkan tarif dasar global sebesar 15 hingga 20 persen bagi negara-negara yang belum memiliki kesepakatan dagang dengan AS. 

Kebijakan ini diumumkan hanya beberapa hari menjelang tenggat waktu penerapan tarif pada 1 Agustus 2025. 

“Untuk dunia, saya kira tarifnya akan berada di kisaran 15 sampai 20 persen… Saya hanya ingin bersikap adil,” ujar Trump dalam konferensi pers di Turnberry, Skotlandia, bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, seperti dikutip dari CNBC, Senin (28/7/2025).

Trump menekankan bahwa AS tidak mungkin membuat ratusan kesepakatan perdagangan terpisah dengan seluruh negara. 

“Kita akan menetapkan tarif untuk seluruh dunia, dan itulah yang harus mereka bayar jika ingin berbisnis dengan Amerika Serikat, karena Anda tidak bisa duduk dan membuat 200 kesepakatan,” ucapnya.

Kebijakan ini diprediksi akan berdampak besar, terutama bagi negara-negara kecil yang sempat berharap tarif tetap berada di level 10 persen.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan