Kamis, 7 Agustus 2025

Pajak untuk Pedagang Online Dinilai Adil karena Dikenakan ke Pengusaha Omzet di Atas Rp 500 Juta

Pengusaha yang memiliki omzet tahunannya di atas Rp 500 juta bukan lagi pengusaha mikro, tapi sudah masuk ke kecil menengah.

Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
PAJAK ONLINE - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan. Pengusaha yang memiliki omzet tahunannya di atas Rp 500 juta bukan lagi pengusaha mikro, tapi sudah masuk ke kecil menengah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iqbal Shoffan Shofwan menilai kebijakan pengenaan pajak bagi pedagang online di e-commerce sebagai sesuatu yang adil.

Menurut dia, sejauh ini kebijakan tersebut tidak berpengaruh terhadap kelangsungan penjualan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah berjualan secara online di berbagai e-commerce.

Iqbal menilai kebijakan ini adil karena pajak dikenakan ke pengusaha dengan omzet tahunan di atas Rp 500 juta. Sementara itu, untuk yang di bawah itu tidak terkena.

Baca juga: Masyarakat Transaksi Emas di Pegadaian Bebas Pajak PPh 22

"Sejauh ini sih enggak (ada dampak) karena yang dibebankan itu kan terhadap mereka yang omzet tahunan itu di atas Rp 500 juta. Kalau yang di bawah itu sih enggak ya," katanya kepada wartawa di Jakarta, dikutip Selasa (5/8/2025).

Iqbal menjelaskan bahwa mereka yang omzet tahunannya di atas Rp 500 juta bukan lagi pengusaha mikro, tapi sudah masuk ke kecil menengah.

Maka dari itu, ia memandang kebijakan ini sebagai sesuatu yang adil.

"Platform e-commerce juga kan fungsinya kan sebagai pengumpul pajaknya. Itu fair, saya pikir. Di atas Rp 500 juta kan berarti bukan usaha mikro. Itu usaha kecil dan menengah yang omzetnya di atas itu setahun," ujar Iqbal.

Sebagaimana diketahui, dikutip dari Kompas.com, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menetapkan pajak bagi pedagang toko online di berbagai platform marketplace, yang efektif berlaku sejak Senin (14/7/2025).

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.

Kebijakan tersebut menetapkan, penyelenggara e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan Blibli akan berperan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Ketentuan ini tak hanya berlaku bagi platform dalam negeri, sebab, penyedia layanan e-commerce asing yang menggunakan escrow account untuk transaksi di Indonesia juga akan dikenai kewajiban serupa.

Adapun kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis pajak dan menciptakan kewajiban pajak yang setara antara pelaku usaha offline dan online.

Lantas, siapa saja pedagang online yang bakal dikenakan pajak?

Kriteria Pedagang Online Kena Pajak

Kriteria pedagang online yang bakal dikenakan pemungutan PPh 22 mencakup pelaku usaha dalam negeri, baik perorangan maupun badan, yang memperoleh penghasilan melalui rekening bank atau alat keuangan digital.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan