Ekonomi Indonesia 2025
Data Ekonomi dan Angka Kemiskinan RI Versi BPS Tak Akurat: Bertolak Belakang dengan Kondisi Faktual
Akurasi data ekonomi dan angka kemiskinan Indonesia yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terus mengundang kritik keras.
Editor:
Choirul Arifin
Dasar data yang digunakan masih berasal dari BPJS Ketenagakerjaan, sehingga pekerja informal seperti ojol, pekerja kontrak, dan outsourcing kembali dikecualikan.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menilai bahwa revisi garis kemiskinan semestinya bukan hal tabu.
“Malaysia melakukan revisi pada 2019 untuk memperbesar cakupan bantuan sosial. Sementara Indonesia masih ragu karena kekhawatiran terhadap lonjakan angka kemiskinan yang bisa membebani APBN, terutama di tengah rendahnya rasio pajak dan meningkatnya utang jatuh tempo tahun ini,” ujar Bhima.
Menurutnya, ketidakefektifan stimulus seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang kembali menciptakan kesenjangan antara pekerja formal dan informal.
Dasar data yang digunakan masih berasal dari BPJS Ketenagakerjaan, sehingga pekerja informal seperti ojol, pekerja kontrak, dan outsourcing kembali dikecualikan.
Usulkan Redefinisi dan Reformasi Data
CELIOS mengusulkan redefinisi kemiskinan menggunakan pendekatan disposable income, yakni pendapatan yang tersedia setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar dipenuhi.
Ini dinilai lebih mencerminkan kondisi riil rumah tangga dan memperhitungkan faktor geografis serta beban hidup generasi sandwich.
Sebagai referensi, CELIOS mengacu pada model Uni Eropa yang telah menerapkan konsep “hidup yang layak” sebagai indikator kemiskinan, yang mencakup dimensi kesehatan, pendidikan, pengangguran, hingga kebahagiaan warga.
CELIOS menegaskan, data kemiskinan harus menjadi alat evaluasi kebijakan, bukan alat politik. Tingkat kemiskinan perlu digunakan untuk menilai efektivitas kebijakan fiskal, seperti program Makan Bergizi Gratis, PKH, atau subsidi pupuk.
Jika tidak berdampak pada penurunan kemiskinan, program tersebut harus dievaluasi ulang.
CELIOS juga mendorong penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) terkait metodologi baru pengukuran kemiskinan.
Perpres ini diharapkan menjadi dasar koordinasi lintas lembaga, integrasi data, dan harmonisasi program pengentasan kemiskinan nasional.
Laporan Reporter: Dendi Siswanto/Siti Masitoh/Nurtiandriyani Simamora | Sumber: Kontan
Sumber: Kontan
Ekonomi Indonesia 2025
19 Juta Lapangan Pekerjaan yang Dijanjikan Gibran Sulit Terealisasi, Ekonom Ungkap Faktornya |
---|
Netizen Soroti Janji Gibran Buka 19 Juta Lapangan Pekerjaan: Publik Tak Lihat Roadmap yang Jelas |
---|
Job Fair di Bekasi Ricuh, CELIOS: Bukti Pemerintah Tak Serius Fasilitasi Kenyamanan Pencari Kerja |
---|
Terjadi Deindustrialisasi Prematur di Sektor Padat Karya, Ekonom Beri Saran kepada Pemerintah |
---|
Tambahan Uang Beredar Turun, PDB Nasional Tak Optimal |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.