Ekonomi Indonesia 2025
Data Ekonomi dan Angka Kemiskinan RI Versi BPS Tak Akurat: Bertolak Belakang dengan Kondisi Faktual
Akurasi data ekonomi dan angka kemiskinan Indonesia yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terus mengundang kritik keras.
Editor:
Choirul Arifin
TRBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akurasi data ekonomi dan angka kemiskinan Indonesia yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terus mengundang kritik.
Dalam laporan terbarunya, BPS menyatakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai data BPS tersebut tidak relevan dengan indikator makroekonomi lainnya, seperti indeks manufaktur dan kenaikan angka pemutusan hubungan kerja massal.
"Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi," kata Bhima.
Dia juga meminta BPS membuka secara transparan metodologi dan asumsi perhitungan produk domestik bruto (PDB), termasuk sumber data, pembobotan sektor, dan metode estimasi yang dapat diverifikasi.
Menurut mereka, ketidaksesuaian data dengan kondisi di lapangan dapat membuat publik kehilangan acuan sekaligus menimbulkan risiko salah arah dalam kebijakan ekonomi nasional.
Metodologi tersebut, yang telah digunakan hampir lima dekade sejak pertama kali diterapkan, dinilai tidak lagi mampu menggambarkan realitas kesejahteraan masyarakat modern.
Perbedaan mencolok antara data BPS dan Bank Dunia semakin memperkuat kritik ini.
- BPS mencatat tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 8,5 persen atau 24 juta jiwa.
- Bank Dunia menyatakan 60,3 persen penduduk Indonesia, sekitar 172 juta jiwa tergolong miskin jika menggunakan standar garis kemiskinan global sebesar 6,85 dolar PPP per hari.
Baca juga: Ekonom Pertanyakan Data Pertumbuhan Ekonomi BPS 5,12 Persen, Tidak Ada Momentum Ramadan
Perbedaan angka yang signifikan ini menimbulkan kebingungan dan mengikis kepercayaan publik terhadap data pemerintah.
Terkait perbedaan data yang mencolok ini, CELIOS pada 8 Agustus 2025 mengirim surat kepada United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.
Surat tersebut berisi permintaan investigasi dan peninjauan ulang atas data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sebesar 5,12 persen.
Universitas Paramadina Minta BPS Buka-bukaan
Universitas Paramadina Jakarta juga mengkritik data BPS yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Banyak kalangan tidak percaya, dan ini berpotensi bergulir menjadi bola liar yang merusak kredibilitas BPS," tulis Universitas Paramadina dalam keterangan tertulis.
Universitas Paramadina meminta BPS untuk buka-bukaan. Universitas Paramadina meminta BPS membuka
- Metodologi dan asumsi perhitungan produk domestik bruto (PDB)
- Membuka sumber data, pembobotan sektor
- Membeberkan metode estimasi yang dapat diverifikasi oleh berbagai pihak.
Kampus ini juga meminta BPS memberikan penjelasan mengenai kesenjangan antara data pertumbuhan ekonomi versi BPS dan indikator-indikator ekonomi sektoral yang justru menunjukkan perlambatan.
Sumber: Kontan
Ekonomi Indonesia 2025
19 Juta Lapangan Pekerjaan yang Dijanjikan Gibran Sulit Terealisasi, Ekonom Ungkap Faktornya |
---|
Netizen Soroti Janji Gibran Buka 19 Juta Lapangan Pekerjaan: Publik Tak Lihat Roadmap yang Jelas |
---|
Job Fair di Bekasi Ricuh, CELIOS: Bukti Pemerintah Tak Serius Fasilitasi Kenyamanan Pencari Kerja |
---|
Terjadi Deindustrialisasi Prematur di Sektor Padat Karya, Ekonom Beri Saran kepada Pemerintah |
---|
Tambahan Uang Beredar Turun, PDB Nasional Tak Optimal |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.