AllianzGI: Pasar Keuangan Global Masih Dibayangi Ketidakpastian Geopolitik dan Stagflasi
Amerika Serikat menghadapi risiko stagflasi di mana inflasi berpotensi naik akibat tarif impor dan pertumbuhan ekonomi melemah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan manajemen investasi global Allianz Global Investors (AllianzGI) menyatakan, tahun 2025 sebagai fase penting penyesuaian bagi pasar keuangan global.
Dalam laporan House View Q4 2025, perusahaan manajer investasi global tersebut menilai, ketidakpastian geopolitik, fragmentasi kebijakan fiskal dan moneter, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia akan menjadi faktor dominan yang membentuk arah pasar di kuartal terakhir tahun ini.
“Kami memandang 2025 sebagai tahun dengan dua fase yang berbeda. Setelah gejolak awal yang terjadi akibat ‘Liberation Day’, pasar mulai menerima realita baru yang ditandai dengan berkurangnya visibilitas politik dan ekonomi."
"Situasi yang terus berubah ini perlu dihadapi dengan hati-hati, tetapi juga menghadirkan peluang bagi investor yang menerapkan strategi aktif,” ujar Tim CIO AllianzGI, dikutip dari isi laporan tersebut, Rabu, (8/10/2025).
AllianzGI memperingatkan adanya risiko stagflasi di Amerika Serikat, di mana inflasi berpotensi naik akibat tarif impor dan pertumbuhan ekonomi melemah.
Stagflasi adalah kondisi ekonomi yang langka dan buruk, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang stagnan (stagnan), pengangguran yang tinggi, dan inflasi yang melonjak secara bersamaan.
Meskipun Federal Reserve diperkirakan memangkas suku bunga hingga level 3,5 persen pada pertengahan 2026, pasar dipandang tetap rentan terhadap guncangan politik maupun kebijakan fiskal.
Di Eropa, prospek relatif lebih positif. Inflasi yang terkendali memberi ruang bagi Jerman untuk meningkatkan belanja pemerintah mulai 2026.
Sementara Bank Sentral Eropa diprediksi memangkas suku bunga 25 basis poin pada akhir tahun ini. Namun, ketidakpastian politik di Prancis tetap menjadi risiko.
Sementara di Asia, pertumbuhan Tiongkok diperkirakan melambat, meski langkah stimulus tambahan diharapkan bisa meredam dampak terburuk.
Baca juga: Ekonomi Dunia Menuju Stagflasi, BI Sebut Bisa Lebih Parah dari Resflasi
Di Jepang, bank sentral diperkirakan akan menurunkan suku bunga, namun penurunan tersebut kemungkinan akan tertunda.
Dari sisi kelas aset ekuitas, Jepang dan Inggris tampak menjadi yang paling undervalued. Sektor-sektor di Eropa, terutama perusahaan industri strategis dan pertahanan, dinilai menjanjikan.
Di Amerika Serikat, saham berkapitalisasi kecil mendapat dukungan tren onshoring dan suku bunga yang menurun.
Asia tetap menjadi pusat inovasi, dengan Tiongkok memimpin dalam kecerdasan buatan (AI) dan India menunjukkan ketahanan terhadap tekanan tarif.
Baca juga: Perang Israel-Iran Timbulkan Badai Minyak dan Risiko Stagflasi, Target Ekonomi RI Terancam Gagal
Pada instrumen pendapatan tetap, AllianzGI melihat peluang muncul pada obligasi berdurasi panjang jika perlambatan ekonomi semakin nyata.
Hadapi Dinamika Geopolitik Global, Bamsoet Ajak IKAL Lemhannas Perkuat Ketahanan Nasional |
![]() |
---|
Prabowo: Indonesia Hadapi Tarif Amerika Serikat dengan Tenang Tanpa Emosi |
![]() |
---|
Presiden Prabowo: Saya Tidak Rela Rakyat Indonesia Dimiskinkan Terus |
![]() |
---|
Moeldoko di Jepang: Saatnya Politik Kasih Sayang Hadir dalam Resolusi Konflik Global |
![]() |
---|
Kesepakatan Tarif Indonesia-AS: Strategi Prabowo Jaga Netralitas Geopolitik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.