Selasa, 11 November 2025

Baja Impor dari China Banjiri Indonesia, Kuasai 55 Persen Pasar Lokal

Sebanyak 55 persen kebutuhan baja nasional dipasok baja impor dari China akibat ketidakmampuan industri baja lokal memenuhi kebutuhan pasar lokal.

Tribunnews/Endrapta
INDUSTRI BAJA NASIONAL - Wakil Menteri Perindustri Faisol Riza dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025). Dia mengungkap sejumlah permasalahan yang dihadapi industri baja nasional yang membuat baja produksi lokal kalah bersaing dengan baja impor dari China. 
Ringkasan Berita:
  • Produk baja dalam negeri kalah bersaing dengan baja impor karena teknologi manufaktur baja nasional yang ketinggalan.
  • Produksi baja nasional saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memicu terjadinya gap suplai dan kebutuhan.
  • Sebanyak 55 persen kebutuhan baja nasional dipasok baja impor dari China.
 
 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengungkap sejumlah permasalahan yang dihadapi industri baja nasional yang membuat baja dalam negeri kalah bersaing dengan baja impor.

Faisol menjelaskan, produksi baja nasional saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, terjadi kesenjangan (gap) cukup besar antara kebutuhan dan produksi baja nasional.

"Gap ini diisi oleh produk impor sekitar 55 persen kebutuhan nasional dan mayoritas dari China," katanya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ia menambahkan, rata-rata tingkat utilisasi industri baja Indonesia baru mencapai 52,7 persen. Jadi, banyak produsen baja nasional yang belum beroperasi maksimal karena produknya tidak terserap pasar.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, ia mengungkap jumlah perusahaan baja dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 24 atau logam dasar terdiri dari 562 perusahaan.

Lalu, pada KBLI 25 atau barang logam, bukan mesin, dan peralatannya terdiri dari 1.592 perusahaan.

Faisol mengatakan sebagian besar produsen baja nasional saat ini masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sektor konstruksi dan infrastruktur yang selama ini menjadi pasar utama dari industri baja dalam negeri.

"Hal tersebut menyebabkan pengembangan produk baja untuk sektor lain yang memiliki nilai tambah tinggi seperti otomotif, perkapalan, alat berat, dan lain-lain masih relatif terbatas," ujar Faisol.

Padahal, sektor-sektor tersebut membutuhkan baja dengan spesifikasi khusus seperti alloy steel (baja paduan) dan special steel (baja khusus) yang memiliki potensi pasar besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Baca juga: ISSC Usul 5 Langkah Penyelamatan Industri Baja Nasional dari Serbuan Impor

Namun, tantangan besar yang dihadapi produsen baja nasional saat ini adalah soal teknologi dan peralatan produksi yang sudah usang.

"Sebagian besar mesin dan teknologi yang digunakan sudah berumur tua dan belum sepenuhnya ramah lingkungan," ucap Faisal.

Baca juga: Dukung Pemerintah Kurangi Impor, Ini Usulan Forum Industri Baja Domestik

Kondisi tersebut mempengaruhi kualitas dan biaya produksi, sehingga menjadi hambatan dalam upaya menuju industri baja yang punya daya saing, berkelanjutan, dan berstandar global.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved