Senin, 24 November 2025

Apindo Beberkan 5 Langkah Akselerasi Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tahun 2026

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2025 berada pada level 5,04 persen, disokong permintaan domestik, kinerja ekspor, investasi,

Editor: Sanusi
Tribunnews.com/Lita Febriani
PROYEKSI EKONOMI - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani ditemui usai acara Indonesia Economic Outlook di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Senin (24/11/2025). (Tribunnews.com/Lita Febriani). 
Ringkasan Berita:
  • Apindo menyebut, tahun 2025 menjadi momentum penting untuk pemulihan ekonomi Indonesia di tahun depan.
  • Shinta Kamdani menyampaikan, untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi tahun depan, pengusaha menilai setidaknya perlu lima strategi.

 

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2025 berada pada level 5,04 persen, disokong permintaan domestik, kinerja ekspor, investasi, hingga belanja pemerintah.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut, tahun 2025 menjadi momentum penting untuk pemulihan ekonomi Indonesia di tahun depan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyampaikan, untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi tahun depan, pengusaha menilai setidaknya perlu lima strategi.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 2026 Bergantung pada Akselerasi Belanja Pemerintah

Strategi pertama adalah mendorong sektor strategis pencetak lapangan kerja layak. Shinta menyatakan, pemulihan ekonomi tidak mungkin terjadi tanpa memulihkan pasar tenaga kerja. 

"Pertama adalah mendorong sektor strategis pencetak lapangan kerja layak karena pemulihan ekonomi mustahil tanpa pemulihan pasar tenaga kerja," kata Shinta dalam acara Indonesia Economic Outlook di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Senin (24/11/2025).

Sektor yang mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas harus menjadi prioritas. Adapun sektor tersebut ialah industri pengolahan atau manufaktur, sebab sektor ini berkontribusi terhadap PDB mencapai 18,98 persen dan menyerap 61 persen pekerja formal. 

"Ketika industri pengolahan bergerak, dua hal terjadi sekaligus. Pertumbuhan ekonomi naik dan lapangan kerja juga layak tercipta," jelasnya. 

Akan tetapi, sektor ini tengah mengalami pelemahan panjang. Indonesia menghadapi fenomena premature deindustrialization, di mana kontribusi manufaktur turun dari hampir 24 persen menjadi 18 persen. 

Investasi pun bergeser dari padat karya ke padat modal. Di mana Rp 1 triliun investasi yang dulu menyerap 4.000 pekerja kini hanya mampu menyerap sekitar 1.300 pekerja. 

"Jadi kalau kita mau perbaiki di 2026, industri padat karya ini perlu betul-betul di revitalisasi," tegas Shinta. 

Strategi kedua adalah mengungkit daya beli kelas menengah. Konsumsi domestik tetap menjadi jangkar pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) tercatat sempat turun ke 115 pada September 2025 kembali naik ke 121 pada Oktober. Hal ini menunjukkan optimisme mulai pulih. Namun, tantangan struktural masih besar. 

Baca juga: Jaga Pertumbuhan Ekonomi Jakarta, Gubernur Pramono Tetapkan Diskon Pajak Hotel dan Restoran

Shinta menyoroti penyusutan kelas menengah, pada 2019 jumlahnya mencapai 57 juta orang atau 21 persen populasi, sementara pada 2024 turun menjadi 47,85 juta atau hanya 17 persen. Daya beli kelas menengah selama ini menyumbang 81 persen konsumsi rumah tangga nasional.

"Jadi kalau kita lihat 81 persen konsumsi rumah tangga berasal dari menengah dan aspirasi middle class. Artinya ketika kelas menengah kuat pertumbuhan ekonomi itu juga mengakselerasi," kata Shinta. 

Strategi ketiga adalah mengoptimalkan stimulus ekonomi pemerintah. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan, termasuk skema 8+4+5. 

Salah satu programnya adalah program magang bersubsidi selama enam bulan setara UMP. Program ini penting untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja sekaligus memenuhi kebutuhan industri. 

Strategi keempat adalah meningkatkan kinerja dan kualitas investasi. Sepanjang Januari-September 2025, investasi tumbuh 13,7 persen dan mencapai Rp 1,4 triliun. 

Capaian ini menunjukkan tren positif dan berpotensi mencapai target hingga akhir tahun. Tetapi, Shinta mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi persoalan ICOR yang tinggi. 

ICOR Indonesia berada di angka 6 dan bahkan pernah mencapai 8, lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lain. 

"Apa artinya? Artinya setiap Rp 1 investasi yang masuk belum menghasilkan output ekonomi yang sebanding. Jadi dengan kata lain uangnya banyak tetapi dampaknya kepertumbuhan ekonomi itu belum optimal," jelasnya. 

Strategi terakhir adalah memperbesar multiplier effect program prioritas pemerintah. Dengan lima fokus tersebut, Apindo melihat bahwa pemulihan ekonomi Indonesia masih sangat mungkin dipercepat.

Sumber: Tribunnews.com

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved