Minggu, 28 September 2025

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun: Indonesia Harus Proaktif Manfaatkan Peluang Ekonomi BRICS

fondasi kesiapan Indonesia terletak pada penguatan infrastruktur sistem pembayaran domestik.

Editor: Content Writer
dok. DPR RI
Anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun saat rapat dengar pendapat umum Pansus Angket KPK dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI), dan pengacara yang terhimpun dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). 

 

TRIBUNNEWS.COM – Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa pergeseran arsitektur sistem pembayaran global yang kian dinamis menuntut Indonesia untuk mengambil langkah proaktif dan strategis. Menurutnya, perkembangan inisiatif keuangan di dalam kelompok negara BRICS, termasuk wacana penggunaan mata uang bersama untuk transaksi perdagangan, merupakan sebuah keniscayaan yang harus diantisipasi dan dipersiapkan secara matang oleh Indonesia guna memperkuat kedaulatan ekonomi nasional.

Menurut Misbakhun, lanskap keuangan dunia saat ini sedang bergerak menuju sistem multi kutub yang tidak lagi hanya bergantung pada satu mata uang dominan. Dalam konteks ini, ia memandang penguatan kerja sama ekonomi melalui BRICS sebagai langkah strategis yang dapat menjadi penyeimbang dalam tatanan geopolitik dan kerja sama ekonomi internasional. Kehadiran blok ekonomi yang solid ini, menurutnya, menawarkan alternatif baru bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan konvensional dan volatilitasnya.

“Kita menyaksikan adanya evolusi dalam arsitektur keuangan global. Wacana pengembangan sistem pembayaran dan mata uang BRICS adalah respons logis terhadap dinamika tersebut. Ini bukan lagi soal apakah kita akan menghadapi perubahan ini, tetapi bagaimana kita mempersiapkan diri untuk memanfaatkannya secara optimal demi kepentingan nasional,” ujar Misbakhun.

Legislator dari Partai Golkar ini menekankan bahwa fondasi kesiapan Indonesia terletak pada penguatan infrastruktur sistem pembayaran domestik. Keberhasilan implementasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) merupakan bukti nyata kemampuan Indonesia dalam membangun sistem yang mandiri, efisien, dan berdaulat. Pengalaman ini, lanjutnya, menjadi modal krusial dalam mempersiapkan interoperabilitas dengan platform pembayaran internasional di masa depan, termasuk yang mungkin dikembangkan oleh negara-negara BRICS.

Negara-negara BRICS juga semakin beralih ke mata uang digital (CBDC) dan kripto untuk transaksi lintas batas. Pada 2025, volume transaksi kripto global melampaui $24 triliun, dengan kontribusi signifikan dari negara-negara berkembang termasuk BRICS. Bank-bank besar seperti Sberbank dan VTB sudah mengintegrasikan BRICS Pay sebagai gerbang pembayaran untuk transaksi lintas negara, serta infrastruktur komunikasi keuangan dari Bank Rusia kompatibel untuk diintegrasikan oleh negara lain. Sekitar 159 entitas dari 20 negara telah bergabung dalam platform Rusia yang menjadi basis BRICS Pay. 

Lebih jauh, Misbakhun menggarisbawahi pentingnya kerangka regulasi yang adaptif dan aman. Sebelum Indonesia dapat berpartisipasi penuh dalam pemanfaatan instrumen mata uang alternatif, aspek perlindungan data, pencegahan aktivitas keuangan ilegal, dan stabilitas sistem keuangan harus dijamin melalui payung hukum yang kuat. Ia mendorong Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk terus melakukan kajian mendalam mengenai potensi risiko dan manfaat dari integrasi dengan sistem keuangan baru ini.

Di samping itu, Misbakhun optimistis bahwa dengan persiapan yang cermat, Indonesia tidak hanya akan menjadi penonton dalam perubahan tatanan keuangan global, tetapi juga dapat menjadi pemain aktif yang turut serta menentukan arah kebijakan, memperluas pasar ekspor, dan pada akhirnya memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa di tengah tantangan global.

“Dukungan politik dari DPR, khususnya Komisi XI, akan selalu kami berikan kepada pemerintah dan otoritas moneter dalam merumuskan kebijakan yang visioner. Namun, kesiapan teknis dan regulasi adalah kunci. Kita harus memastikan bahwa setiap langkah menuju diversifikasi penggunaan mata uang dalam transaksi internasional diimbangi dengan peningkatan kapabilitas domestik, mulai dari infrastruktur teknologi hingga literasi keuangan masyarakat,” tutup Misbakhun.

Baca juga: Kurangi Ketergantungan Pada Dolar AS, Transaksi dengan Uang Lokal Naik 2,5 Kali Lipat

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan