Kamis, 2 Oktober 2025

Ibadah Haji 2025

Apa Penyebab Banyak Jemaah Haji Indonesia Tak Tertampung di Tenda Jelang Wukuf di Arafah?

Menurut Muchlis, kendala penempatan jemaah di tenda-tenda Arafah dipicu beberapa faktor teknis, sosial dan kultural yang berdampak pada kepadatan

Penulis: Dewi Agustina
/TRIBUNNEWS.COM/Dewi Aguistina
Sejumlah Jemaah Haji Indoensia yang tengah melakukan Wukuf di Arafah. Arab Saudi. Kamis (5/6/2025). Setelah mengikuti proses wukuf, jemaah haji Indonesia secara bertahap akan diberangkatkan ke Muzdalifah mulai pukul 19.00 WAS atau setelah masuk waktu Magrib. (TRIBUNNEWS.COM/Dewi Aguistina) 

TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Pendorongan jemaah haji dari Makkah ke Arafah pada Rabu (4/6/2025) lalu masih menyisakan perbincangan di kalangan masyarakat lantaran banyak jemaah haji yang tidak mendapatkan tenda di Arafah.

Padahal, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah bekerjasama dengan 8 syarikah untuk pelaksanaan puncak haji di Armuzna.

Meski pada akhirnya masalah ini dapat diatasi setelah PPIH Arab Saudi melakukan berbagai upaya mitigasi.

Semua jemaah yang semula tidak mendapatkan tenda akhirnya dapat ditampung.

Ada yang ditampung di Tenda utama Misi Haji Indonesia yang berjarak sekitar 2 hingga 3 km dari tenda Arafah.

Sebagian lainnya ditampung di tenda petugas haji, misalnya saja di Markas 246 (Syarikah Rehlat & Manafea) dan di Markaz 105 (Syarikah Rifadah).

Baca juga: 175 Jemaah Indonesia Wafat pada Hari Ke-39 Penyelenggaraan Ibadah Haji 2025

Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi menyampaikan permohonan maaf kepada jemaah Indonesia atas kejadian ini.

"Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia," kata Mukhlis M Hanafi di Makkah, Sabtu (7/6/2025).

Lalu, apa penyebab banyaknya jemaah yang tidak tertampung di tenda?

Berikut penelusuran Tribunnews dan penjelasan pihak Kementerian Agama terkait penyebab tidak tertampungnya seluruh jemaah di tenda Arafah.

Diketahui untuk tahun ini, ada delapan Syarikah yang melayani jemaah haji Indonesia.

Masing-masing syarikah melayani jumlah jemaah yang sudah ditentukan, yaitu: 

  1. Al-Bait Guest yang melayani 35.977 jemaah
  2. Rakeen Mashariq (35.090)
  3. Sana Mashariq (32.570)
  4. Rehlat & Manafea (34.802)
  5. Alrifadah (20.317)
  6. Rawaf Mina (17.636)
  7. MCDC (15.645)
  8. Rifad (11.283) 

Ke delapan syarikah inilah yang bertugas melayani jemaah haji Indonesia di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau disebut Armuzna.

Sejumlah Jemaah Haji Indoensia yang tengah melakukan Wukuf di Arafah. Arab Saudi. Kamis (5/6/2025). Setelah mengikuti proses wukuf, jemaah haji Indonesia secara bertahap akan diberangkatkan ke Muzdalifah mulai pukul 19.00 WAS atau setelah masuk waktu Magrib. (TRIBUNNEWS.COM/Dewi Aguistina)
Sejumlah Jemaah Haji Indoensia yang tengah melakukan Wukuf di Arafah. Arab Saudi. Kamis (5/6/2025). Setelah mengikuti proses wukuf, jemaah haji Indonesia secara bertahap akan diberangkatkan ke Muzdalifah mulai pukul 19.00 WAS atau setelah masuk waktu Magrib. (TRIBUNNEWS.COM/Dewi Aguistina) (/TRIBUNNEWS.COM/Dewi Aguistina)

Menurut Muchlis, kendala penempatan jemaah di tenda-tenda Arafah dipicu beberapa faktor teknis, sosial dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda serta masalah distribusi logistik.

Berikut di antaranya:

1. Tenda Tak Teroptimalisasi

Ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang, namun tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jemaah dengan berbagai alasan.

"Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama," ujar Mukhlis.

2. Skema pemberangkatan jemaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jemaah.

Baca juga: Mengapa Dilarang Puasa di Hari Tasyrik seusai Idul Adha? Simak Juga Batas Waktu hingga Amalannya

Penempatan jemaah di hotel Makkah pada dasarnya berbasis markaz dan syarikah.

Namun pada praktiknya ada juga sejumlah jemaah yang memilih berpindah hotel meski beda markaz dan syarikah.

Mereka berpindah dengan berbagai alasan, dan ini tidak selalu karena penggabungan pasangan.

"Karena sistem keberangkatan dari Makkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jemaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi," ujar Mukhlis.

3. Jumlah petugas tidak sebanding dengan jemaah

PPIH Arab Saudi sebelumnya telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (daker).

Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jemaah di Arafah, Daker Makkah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina.

Saat puncak wukuf di Arafah, jumlah petugas yang bertugas di setiap markas rata-rata hanya 2 orang.

Dua petugas itu melayani ribuan jemaah haji di markaznya.

Misalnya saja di Markaz 246 Syarikah Rehlat & Manafea, ada lebih dari 4.000 jemaah.

Menurut pengakuan pihak Syarikah Rehlat & Manafea, mereka telah menyiapkan 19 tenda dengan total 4.020 tempat tidur.

Masing-masing tenda berkapasitas paling sedikit 128 tempat tidur dan paling banyak 364 tempat tidur.

Namun faktanya saat kedatangan jemaah pada tanggal 4 Juni dari siang sampai malam hari, tenda-tenda tersebut tak cukup menampung semua jemaah.

"Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan," tuturnya.

Baca juga: Arab Saudi Minta Maaf Usai Jalur Arafah, Muzdalifah dan Mina Macet, Jemaah Haji Jalan Berjam-jam

4. Mobilitas jemaah yang tidak terkendali

Dijelaskan Mukhlis, banyak jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal.

"Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan," paparnya.

Kondisi ini juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jemaah.

Selama di Arafah, jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijjah 1446 H.

Penempatan jemaah yang tidak sesuai rencana menyulitkan pihak syarikah/markaz proses distribusi makanan dan logistik.

"Sebagian jemaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz/Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil," ujar Mukhlis.

Mitigasi PPIH

Persoalan penempatan jemaah di Arafah belakangan bisa diselesaikan dengan langkah cepat dan strategis yang diambil PPIH Arab Saudi.

Langkah itu ditujukan untuk mengurai kepadatan dan memastikan seluruh jemaah mendapat tempat yang layak dan distribusi konsumsi yang lebih baik.

Lalu, apa saja langkah yang dilakukan PPIH?

1. Menyisir dan memvalidasi ulang kapasitas tenda.

Dijelaskan Mukhlis, petugas melakukan penyisiran menyeluruh ke tenda-tenda Arafah dan menemukan banyak kasur yang seharusnya kosong sudah ditempati oleh jemaah.

"Pemetaan ulang menunjukkan bahwa beberapa tenda masih menyimpan kapasitas tambahan," kata Mukhlis.

2. Mengalihkan tenda petugas untuk jemaah

"Tiga tenda petugas di wilayah Markaz 105 (Syarikah Rifadah) dialihfungsikan dan dipakai untuk menampung jemaah yang belum kebagian tempat," ujarnya.

Hal ini juga berlaku di Markaz 246 Syarikah Rehlat & Manafea.

Dari 19 tenda yang disiapkan pihak Syarikah, satu tenda di antaranya dipersiapkan untuk petugas.

Namun karena banyaknya jemaah haji yang tidak tertampung hingga malam hari, lewat koordinasi dengan petugas, syarikah kemudian memberikan satu tenda itu untuk diisi oleh jemaah haji Indonesia.

Syarikah juga memberikan fasilitas ekstra bed lain.

3. Melobi pihak Syarikah untuk menyiapkan tambahan tenda.

Langkah ini cukup berhasil.

PPIH bernegosiasi dengan beberapa syarikah agar menyediakan tenda tambahan guna menampung kelebihan jemaah.

4. Pemanfaatan tenda utama Misi Haji Indonesia.

"Tenda utama Misi Haji Indonesia pada akhirnya juga digunakan untuk menampung jemaah terdampak overkapasitas," ujar Mukhlis.

5. Koordinasi efektif dengan Kementerian Haji Arab Saudi

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief secara khusus melakukan komunikasi intensif dengan Kemenhaj.

Hasilnya, sekitar 2.000 jemaah berhasil ditempatkan di tenda-tenda cadangan resmi yang disiapkan oleh pihak Saudi.

"Melalui upaya-upaya tersebut, kepadatan mulai terurai dan saat puncak wukuf, seluruh jemaah sudah berada di tenda untuk melaksanakan ibadah dengan tenang dan khusyuk," tegas Mukhlis M Hanafi.

"PPIH Arab Saudi terus berupaya semaksimal mungkin agar seluruh jemaah Indonesia dapat menjalani puncak ibadah haji dengan aman, nyaman, dan terlayani," tandasnya.

Kini jemaah haji Indonesia telah menyelesaikan puncak haji di Armuzna.

Hari ini Minggu (8/6/2025), jemaah yang mengambil Nafar Awal (jemaah yang menginap atau mabit di Mina sampai 12 Zulhijjah--red) akan diantar dari Mina ke hotel di Makkah sebelum matahari terbenam.

Sementara bagi jemaah yang mengambil Nafar Tsani (jemaah yang menginap atau mabit di Mina sampai 13 Zulhijjah), akan diantar dari Mina ke hotel di Makkah sejak 13 Zulhijjah pagi. (Media Center Haji/MCH 2025/Dewi Agustina)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved