Preman ikut menata Tanah Abang? Siapa sebenarnya mereka?
Muncul perdebatan tentang ide untuk melibatkan 'preman' dalam penataan dan penertiban Tanah Abang, sesudah di masa Ahok peran mereka dpinggirkan.
Menurut dia, sudah beberapa tahun ini preman-preman ini mengelola wilayah di sekitar Bongkaran yang berdekatan dengan Stasiun Tanah Abang.
"Di situ kalau hari-hari biasa itu untuk truk-truk yang parkir di situ, kalau hari Senin, Kamis, itu orang-orang itu. Jadi dia kelola itu satu area parkir yang luas itu terus disewakan ke orang Tasik, ke orang Tanah Abang juga. Nah itu preman yang mengelola," cetusnya.
Pemukiman penduduk yang dijadikan kios-kios di seberang Stasiun Tanah Abang, menurut Nasir, merupakan 'lahan basah' bagi para preman. Pedagang yang berjualan di situ mematok harga lebih murah. Imbasnya, banyak orang yang lebih memilih untuk belanja ke sana.
"Dulu pernah juga komplain ke Pemda (pemerintah daerah), kenapa kok dibiarin preman ini berkuasa. Ya, namanya duit yang berkuasa, sampai sekarang tetap aja jalan terus," kata dia.
Kongkalikong dengan aparat
Perdebatan soal preman kembali menyeruak setelah muncul ucapan dari Wakil Gubernur Jakarta, yang mewacanakan pelibatan preman dalam penataan kawasan seperti tanah Abang.
Polemik tentang preman Tanah Abang makin memanas juga ketika lembaga negara yang berwenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman, melakukan investigasi terkait penataan dan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di enam tempat di Jakarta, salah satunya Tanah Abang.
Hasilnya, mereka menemukan adanya maladministrasi dan adanya kerja sama preman dengan oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
"Ada semacam pengakuan dari PKL yang kami wawancara di beberapa tempat tentang kehadiran preman dan juga ormas sebagai pihak ketiga," ujar Anggota Ombudsman Adrianus Meliala.
"Jadi dulu rupanya kalau Satpol PP terima uang, langsung dari PKL kepada mereka. Sekarang karena takut ketahuan dan takut dipermalukan atau apa, maka dipergunakan jasa pihak ketiga ini untuk menerima uang dari PKL tersebut," imbuh Adrianus.
Namun, temuan Ombudsman ini ditampik oleh Haji Lulung yang bersikeras bahwa tidak ada preman di Tanah Abang. Ia mengatakan, yang ada adalah 'anak lingkungan,' yang bertugas menjaga ketertiban pedagang di kawasan itu.
"Pedagang punya kewajiban tertib enggak? Punya dong. Harus ada kepalanya enggak? Harus dong, kepala kelompok pedagang namanya. Punya kewajiban bersih enggak? Punya dong. Siapa petugasnya? Pedagang? enggak bakal," kata Lulung seperti dikutip dari kompas.com.
Dan itulah peran 'anak lingkungan, katanya.
Menurut dia, anak lingkungan berbeda dengan preman yang dicitrakan sebagai orang-orang yang biasa memeras.
"Kalau preman (berulah), aku yakin anak lingkungan marah. Pasti anak lingkungan dulu yang laporin (ulah preman itu) ke polisi, pasti," ujar Lulung.