Kisah perempuan Yazidi yang ditolak karena punya anak dari suami petempur ISIS
Seorang perempuan Yazidi dipaksa pindah agama dan menjadi istri petempur ISIS. Ia melahirkan anak dan ingin anak ini besar bersamanya. Tapi
Jovan dan suaminya, Khedr, tinggal di desa tempat mereka dibesarkan. Mereka hidup bahagia, sampai suatu hari di bulan Agustus 2014.
Dua kendaraan dengan bendera ISIS tiba di desa dan membawa mereka bersama 20 keluarga lainnya dengan konvoi di Lembah Sinjar.
Ini adalah bagian serangan besar-besaran ISIS di Irak dan Suriah. Bermula dari kota-kota di sekitar Baghdad, sampailah mereka ke Mosul, yang dekat dengan desa tempat tinggal Jovan dan Khedr.
Berita penyerangan ini cepat tersebar.
- Kisah Ekhlas, budak seks ISIS: 'Saya diperkosa setiap hari selama enam bulan'
- Anak-anak yang dipaksa untuk berperang oleh ISIS
- Korban budak seks: 'Di Jerman, saya bertemu anggota ISIS yang menyekap saya'
Penduduk desa lain kabur menghindar dari konvoi ini dan pemimpin konvoi memerintahkan Khedr membujuk penduduk desa kembali ke rumah.
Mereka mengaku tak bermaksud buruk.
"Kami sampaikan pesan ke penduduk, tapi tak ada yang percaya," kata Khedr. Khedr ingin kembali ke keluarganya yang masih bersama konvoi. Namun ia bertemu saudaranya yang melarangnya. Khedr akhirnya terpisah dari keluarganya.
PBB memperkirakan sekitar 400.000 orang Yazidi tinggal di Sinjar saat itu dan ribuan terbunuh.
Lebih dari 6.400 perempuan dan anak-anak Yazidi dijadikan budak, diperkosa, dipukuli dan dijual.
Jovan, tiga anaknya dan sekitar 50 perempuan dan anak-anak lain dikembalikan ke truk. Mereka dibawa ke Raqqa di Suriah - saat itu ibu kota kekhalifahan ISIS.
Jovan tak tahu bahwa selama empat tahun ke depan, ia tak akan bertemu Khedr lagi.
Tahanan
Jovan dan lain-lain dibawa ke pasar budak di Raqqa.
Mereka ditahan dalam gedung tiga lantai penuh perempuan dan anak-anak.
"Kami saling memberi harapan, bahwa keajaiban akan datang dan kami akan segera bebas," katanya.