Kisah perempuan Yazidi yang ditolak karena punya anak dari suami petempur ISIS
Seorang perempuan Yazidi dipaksa pindah agama dan menjadi istri petempur ISIS. Ia melahirkan anak dan ingin anak ini besar bersamanya. Tapi
Namun Jovan terus memikirkan Adam.
"Tiap malam aku bermimpi tentang Adam. Ia anakku, aku menyusuinya. Apakah salah kalau aku kangen pada anakku?"
Akhirnya Jovan tak tahan lagi. Ia bilang kepada anak-anaknya ia pergi ke Dohuk untuk menjalani terapi.
Padahal ia pergi ke panti asuhan di Mosul.
"Aku mengkhianati anak-anakku. Tapi mereka sudah besar dan bersama ayah mereka. Sedangkan Adam tak punya siapa-siapa."
Setiba di panti asuhan, Jovan mendapat kabar bahwa Adam telah diserahkan kepada orang lain untuk diadopsi.
Jovan menangis ketika tahu hal ini.
Ia tak bisa kembali ke rumah dan akhirnya pergi ke pengungsian di Irak utara.
Beberapa bulan kemudian, Khedr menceraikannya dan mengirim pesan bahwa Jovan tak bisa lagi menemui anak-anaknya.
Sementara itu di desanya, Khedr pun dirundung sedih.
"ISIS datang dan membunuh keluarga dan mengambil istrimu, lalu punya anak darinya. Kami tak bisa menerima itu. Tak ada yang bisa menerima, apapun agama mereka," kata Khedr.
Anak-anak Jovan berbeda pendapat soal menghilangnya Jovan dari hidup mereka. Anak tertua, Haitham, sependapat dengan ayahnya.
Sementara Hawa lebih simpatik.
"Ketika ibu di rumah, semua baik-baik saja. Kuharap ia kembali bersama kami. Tapi ia juga pasti kangen pada Adam." katanya.
"Saya memikirkan dia setiap hari"
Saat ini Jovan berpikir di mana pun Adam berada, keadaannya pasti lebih baik.
"Aku memikirkan anakku setiap hari. Rasanya lebih baik baginya hidup bersama orang lain," kata Jovan.
Ia tetap bermimpi suatu hari bisa berkumpul lagi dengan anaknya.