Virus Corona
Tingkat Perceraian di Tiongkok Meningkat setelah Lockdown Mulai Berakhir, Sebagian karena KDRT
Sekitar dua bulan lebih Tiongkok atau Daratan China berjuang melawan Covid-19.Namun angka perceraian tiba-tiba melonjak pada bulan Maret.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Sekitar dua bulan lebih Tiongkok atau Daratan China berjuang melawan Covid-19.
Bahkan keputusan pemerintah China saat itu sangat ekstrim, yakni melalukan penguncian nasional.
Meski awalnya hanya Wuhan, tapi secara cepat wabah itu merebak di berbagai daerah.
Sehingga masyarakat Tiongkok dihadapkan pada kesadaran harus tinggal di rumah.
Namun setelah pandemi menyusut di sana pada Maret ini, problematika lain justru muncul.
Melansir Bloomberg, angka perceraian tiba-tiba melonjak pada bulan Maret, dimana pandemi Covid-19 mulai menurun.
Baca: Soal Isu Karantina Wilayah, Karni Ilyas Bandingkan Indonesia dan China: Tak Bisa Dituntaskan Segera
Baca: Harga Tiket Pesawat ke China Naik di Tengah Pandemi Virus Corona
Setiap tahunnya, China selalu menerbitkan data jumlah perceraian.
Laporan media setempat menunjukkan bahwa angka perceraian di setiap kota China mengalami lonjakan.
Maret adalah bulan dimana para keluarga atau pasangan suami istri mulai bisa bergerak bebas.
Kenaikan angka juga terjadi pada kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga).
Bahkan masih melansir Bloomberg, jumlahnya berlipat ganda.
Tren ini bisa menjadi peringatan bagi sejumlah negara yang ingin melakukan lockdown.
Atau mungkin negara-negara yang kini mulai mengarah ke penguncian dengan melakukan jarak sosial.
Fenomena sosial ini mengartikan bahwa ketidakhadiran seseorang membuat hati semakin dekat.
Namun bila pasangan terlalu sering bertemu dan menghabiskan banyak waktu dalam jarak dekat, pertengkaran berpotensi terjadi.
