Selasa, 9 September 2025

Krisis Korea

Korea Selatan Gelar Pilpres 3 Juni Usai Yoon Suk Yeol Dimakzulkan karena Darurat Militer

Korea Selatan akan menggelar pemilihan presiden pada 3 Juni 2025 mendatang menyusul pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.

Tangkap Layar Yonhap News
PASCAPEMAKZULAN YOON. - Gambar merupakan Tangkap Layar Yonhap News Selasa (21/1/2025), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menghadiri sidang pemakzulan pertamanya didampingi kuasa hukum di Mahkamah Konstitusi di Jongno-gu, Seoul pada Selasa (21/1/2025) sore. 

TRIBUNNEWS.COM - Korea Selatan akan menggelar pemilihan presiden pada 3 Juni 2025 mendatang.

Pilpres digelar menyusul pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol akibat deklarasi darurat militer yang mengguncang pemerintahan sipil.

Pengumuman tersebut disampaikan oleh Perdana Menteri sekaligus penjabat presiden Han Duck Soo pada Selasa (8/4/2025), seperti dilaporkan AFP.

"Pemerintah telah berdiskusi dengan Komisi Pemilihan Umum Nasional dan badan-badan terkait lainnya," kata Han, dikutip dari Al Jazeera.

Ia menambahkan, keputusan pemilu dipercepat ini mempertimbangkan perlunya kelancaran pemilihan serta waktu yang cukup bagi partai politik untuk mempersiapkan diri.

Mahkamah Konstitusi Korea Selatan sebelumnya menguatkan keputusan parlemen untuk memakzulkan Yoon.

Putusan ini menyatakan Yoon telah melampaui kewenangannya saat secara sepihak mengumumkan darurat militer pada 3 Desember 2024.

Darurat itu hanya berlangsung beberapa jam sebelum dicabut, usai Majelis Nasional memberikan suara bulat menolaknya.

Tindakan Yoon memicu kekacauan politik di Korea Selatan.

Adegan militer yang berhadapan dengan anggota parlemen di gedung Majelis Nasional memunculkan kembali ingatan publik pada era kediktatoran militer sebelum demokrasi ditegakkan pada 1987.

Berdasarkan konstitusi, pemilu harus digelar dalam waktu 60 hari setelah seorang presiden dicopot.

Baca juga: Bagaimana Seoul Menjaga Stabilitas Pasca Pemakzulan Yoon Suk Yeol?

Tanggal 3 Juni pun ditetapkan sebagai hari libur nasional untuk memfasilitasi pemungutan suara.

Berbeda dari pemilu biasa, presiden terpilih akan langsung dilantik keesokan harinya tanpa masa transisi.

Kampanye resmi dijadwalkan berlangsung dari 12 Mei hingga 2 Juni.

Han Duck Soo menekankan pentingnya persiapan menyeluruh agar pemilu berlangsung adil, transparan, dan mendapat kepercayaan publik.

Pemimpin oposisi dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, muncul sebagai kandidat terkuat dengan dukungan sekitar 34 persen berdasarkan survei Gallup terbaru.

Ia sebelumnya menjadi penantang Yoon dalam Pilpres 2022, namun kalah tipis.

Kini, Lee kembali maju meski masih menghadapi beberapa tuduhan hukum dan kasus korupsi yang belum tuntas.

Sementara itu, pesaing terdekatnya adalah Kim Moon-soo, Menteri Tenaga Kerja dan anggota Partai Kekuatan Rakyat.

Pemilu ini berlangsung di tengah ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump, yang baru saja menerapkan tarif 25 persen atas sebagian besar impor Korea Selatan.

Meski sektor semikonduktor dikecualikan, industri otomotif—penyumbang ekspor terbesar Korsel ke AS—terkena dampaknya.

Baca juga: Setelah Yoon Suk Yeol Dimakzulkan, Seoul Pastikan Demokrasi dan Ekonomi Korsel Tetap Terjaga

Menteri Perdagangan Korea Selatan, Cheong In Kyo, telah berangkat ke Washington untuk merundingkan keringanan tarif dengan pemerintah AS.

Dengan berbagai tekanan politik dan ekonomi, pemilu mendatang menjadi penentu masa depan demokrasi Korea Selatan.

Han menegaskan bahwa pemerintahannya akan tetap fokus menjaga stabilitas hingga presiden baru terpilih dan resmi menjabat.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan