Konflik Palestina Vs Israel
Warga Gaza Terpaksa Makan Rumput Liar Imbas Stok Makanan Habis: Tak Ada Daging, Tak Ada Tepung
Program Pangan Dunia mengatakan telah kehabisan stok makanan di Gaza setelah penutupan terlama yang pernah dihadapi Jalur Gaza.
Penulis:
Nuryanti
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Tidak ada pasokan makanan atau medis yang sampai ke 2,3 juta penduduk Jalur Gaza dalam hampir dua bulan.
Hal ini terjadi sejak Israel memberlakukan blokade total terlama di wilayah itu, menyusul gagalnya gencatan senjata selama enam minggu.
Israel meluncurkan kembali operasi daratnya pada pertengahan Maret 2025 dan sejak itu telah menyita banyak lahan dan memerintahkan penduduk keluar dari apa yang disebutnya sebagai "zona penyangga" di sekitar tepi Gaza, termasuk seluruh Rafah yang mencakup sekitar 20 persen dari Jalur Gaza.
Pada Jumat (25/4/2025), Program Pangan Dunia mengatakan telah kehabisan stok makanan di Gaza setelah penutupan terlama yang pernah dihadapi Jalur Gaza.
Beberapa penduduk menjelajahi jalan-jalan mencari rumput liar yang tumbuh secara alami di tanah, yang lain mengambil daun kering dari pohon.
Kemudian, nelayan beralih menangkap kura-kura, mengulitinya, dan menjual dagingnya.
“Saya pergi ke dokter tempo hari, dan dia bilang saya punya batu ginjal dan saya perlu operasi yang biayanya sekitar $300. Saya bilang padanya saya lebih baik minum obat pereda nyeri dan menggunakan uangnya untuk membeli makanan bagi anak-anak saya,” kata seorang perempuan warga Kota Gaza kepada Reuters, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena takut akan pembalasan.
“Tidak ada daging, tidak ada gas untuk memasak, tidak ada tepung, dan tidak ada kehidupan, ini Gaza dalam arti yang sederhana namun menyakitkan," ungkapnya.
Kekhawatiran Warga Gaza
Warga Gaza mengatakan ledakan besar kini dapat terdengar tanpa henti dari zona mati tempat Rafah pernah berdiri sebagai kota berpenduduk 300.000 orang.
“Ledakan tidak pernah berhenti, siang dan malam, setiap kali tanah berguncang, kami tahu ledakan itu menghancurkan lebih banyak rumah di Rafah. Rafah sudah hancur,” kata Tamer, seorang warga Kota Gaza yang mengungsi di Deir Al-Balah, lebih jauh ke utara, kepada Reuters melalui pesan singkat.
Baca juga: Pejabat Israel Tuduh Menteri Inggris Lakukan Fitnah Berdarah atas Pembunuhan Pekerja Bantuan Gaza
Tamer mengatakan bahwa ia menerima panggilan telepon dari teman-teman yang tinggal jauh di seberang perbatasan di Mesir yang anak-anaknya tidak bisa tidur karena ledakan tersebut.
Sementara, Abu Mohammed, warga pengungsi lainnya di Gaza, mengatakan kepada Reuters melalui pesan singkat:
“Kami takut mereka dapat memaksa kami masuk ke Rafah, yang akan menjadi seperti kandang kamp konsentrasi, yang sepenuhnya tertutup dari dunia luar.”
Sebelumnya, Israel, yang memberlakukan blokade total terhadap Gaza pada 2 Maret 2025, mengatakan bahwa cukup banyak pasokan yang telah mencapai wilayah tersebut dalam enam minggu terakhir gencatan senjata, sehingga mereka yakin penduduknya tidak dalam bahaya.
Dikatakan bahwa mereka tidak dapat mengizinkan masuknya makanan atau obat-obatan karena pejuang Hamas akan mengeksploitasinya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.