Rabu, 10 September 2025

Sorotan Global Terhadap Xinjiang Meredup, Seruan Aksi Kembali Menguat

Produk hasil kerja paksa suku Uighur, seperti kapas dan pakaian hingga panel surya, pasta tomat, elektronik, dan komponen energi, membanjiri pasar.

Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
UNJUK RASA - Sejumlah massa dari Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menggelar aksi teatrikal saat unjuk rasa di depan Kedutaan Besar China, Kuningan, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Produk hasil kerja paksa suku Uighur, seperti kapas dan pakaian hingga panel surya, pasta tomat, elektronik, dan komponen energi, terus membanjiri pasar tanpa terkendali. 

Mereka tak bisa menghubungi orang-orang yang merek cintai. Dipaksa untuk berduka dalam kegelapan.

"Kami adalah kesaksian hidup tentang kekejaman yang terjadi di balik baja dan keheningan negara polisi digital Tiongkok," kata Rahima.

Menghadapi hal ini, kata dia, dunia terus bergerak.

Pemerintah Inggris, yang sekarang berada di bawah kepemimpinan Partai Buruh, telah memilih untuk memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan menormalkan hubungan dengan Tiongkok.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan soal kejelasan moral dan komitmen terhadap keadilan yang dijanjikan.

"Kapas yang dipanen melalui paksaan, pabrik-pabrik yang dibangun di dekat kamp-kamp interniran, inilah yang kita pertaruhkan untuk menyambut ekonomi dan rumah kita," kata dia.

Tidak seperti Amerika Serikat, yang telah memberlakukan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur untuk memblokir impor yang terkait dengan kerja paksa, Inggris belum menerapkan kebijakan atau mekanisme yang kuat untuk menghentikan barang-barang ini memasuki rantai pasokan.

Produk hasil kerja paksa suku Uighur, seperti kapas dan pakaian hingga panel surya, pasta tomat, elektronik, dan komponen energi, terus membanjiri pasar tanpa terkendali.

"Kelambanan ini membuat kita terlibat dalam sistem pelecehan yang mendapat untung dari perbudakan modern dalam skala industri," kata dia.

Beberapa politisi bertanya: "Bagaimana situasi saat ini di Xinjiang?" Bagaimana kita bisa tahu? Negara Cina telah menyambaikan wilayah tersebut dalam propaganda dan pertunjukan.

Para turis diperlihatkan "Xinjiang yang Indah," sebuah realitas Potemkin di mana orang Uighur menari dengan kostum seperti pemain dalam parade sirkus yang diatur negara, sementara di belakang layar, anak-anak dipisahkan dari keluarga mereka, wanita disterilkan, tahanan disiksa, dan agama dikriminalisasi.

Selain itu juga disebutkan bagaimana populasi Uighur telah digunakan sebagai laboratorium untuk mengembangkan dan menyempurnakan sistem pengawasan dan kontrol berteknologi tinggi.

Dari pengenalan wajah yang didukung oleh profil rasial hingga pengumpulan data biometrik, algoritma deteksi emosi, dan teknologi pengoptimalan bio, penderitaan kita telah memicu pembuatan alat yang sekarang diekspor ke rezim otoriter lainnya.

Ini bukan hanya penindasan, ini adalah inovasi dalam melayani tirani, dengan Uighur sebagai subjek uji yang tidak mau di era baru kediktatoran digital yang mengerikan.

Rahima mengatakan pihaknya tidak membutuhkan bukti baru. Sebab, sudah memiliki hal itu selama bertahun-tahun.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan