Kamis, 7 Agustus 2025

Korea Utara Tegaskan Status Nuklirnya, Adik Kim Jong Un Tegas Tolak Agenda Denuklirisasi dari AS

Kim Yo Jong menegaskan Korea Utara tak akan melepas statusnya sebagai negara nuklir dan menolak perundingan denuklirisasi dari AS.

Tangkapan layar YouTube Arirang News
KIM YO JONG - Tangkapan layar YouTube Arirang News yang diambil pada Senin (28/7/2025). Pemimpin Korea Utara yang berpengaruh mengatakan rezim tersebut tidak tertarik untuk berdialog dengan Korea Selatan. Adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong menegaskan Korea Utara tak akan melepas statusnya sebagai negara nuklir dan menolak perundingan denuklirisasi dari AS. 

TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara kembali menegaskan posisinya sebagai negara bersenjata nuklir yang sah dan menolak setiap upaya Amerika Serikat untuk menghidupkan kembali perundingan denuklirisasi.

Denuklirisasi adalah proses penghapusan atau pengurangan senjata nuklir dari suatu negara atau wilayah, baik secara fisik maupun melalui perjanjian internasional.

Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, mengurangi ancaman perang nuklir, dan menciptakan stabilitas serta perdamaian globa

Dalam pernyataan yang dimuat oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) pada Selasa (29/7/2025), Kim Yo Jong, adik sekaligus penasihat senior Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, menyebut bahwa status nuklir Korea Utara adalah “tidak dapat diubah” dan harus diterima sebagai prasyarat bagi dialog masa depan.

"Setiap upaya untuk menyangkal posisi DPRK sebagai negara bersenjata nuklir... akan ditolak mentah-mentah," ujar Kim, menggunakan akronim nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK).

Dengan pernyataan terbaru ini, Korea Utara mempertegas bahwa statusnya sebagai negara nuklir bukan bahan tawar-menawar.

Penolakan terhadap Denuklirisasi

Kim memperingatkan bahwa dialog apapun dengan tujuan denuklirisasi akan ditafsirkan sebagai “sebuah ejekan.”

Ia menyebut bahwa konfrontasi antara AS dan Korea Utara tidak lagi relevan, dan Washington perlu "mencari cara kontak baru berdasarkan pemikiran baru."

Meskipun mengakui bahwa hubungan pribadi antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump “tidak buruk,” ia menegaskan bahwa hubungan tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk memaksakan agenda denuklirisasi.

“Jika AS gagal menerima kenyataan yang telah berubah dan terus bersikukuh pada masa lalu yang gagal, pertemuan DPRK-AS akan tetap menjadi 'harapan' sepihak dari AS,” ucap Kim.

Baca juga: Korea Selatan Kembangkan Jet Tempur Siluman Tak Berawak untuk Mendampingi Jet Tempur Baru KF-21

Pernyataan itu muncul setelah laporan Yonhap yang mengutip pejabat Gedung Putih menyebutkan bahwa Trump terbuka untuk melanjutkan dialog guna mencapai Korea Utara yang bebas senjata nuklir.

Perubahan Geopolitik dan Pakta dengan Rusia

Kim Yo Jong juga menyoroti perubahan besar yang terjadi sejak pertemuan puncak AS-Korea Utara terakhir pada 2019, baik dalam kemampuan militer Korea Utara maupun dalam lingkungan geopolitik kawasan.

Pada Juni 2024, Korea Utara menandatangani pakta kerja sama pertahanan dengan Rusia.

Perjanjian tersebut mencakup klausul saling membantu jika salah satu pihak diserang. Ini memperkuat posisi strategis Pyongyang dalam menghadapi tekanan internasional, khususnya dari AS dan sekutunya.

Al Jazeera dan Kyodo News melaporkan bahwa komentar Kim Yo Jong mencerminkan konsistensi posisi Korea Utara terhadap nuklir, sekaligus menunjukkan keengganan untuk kembali ke meja perundingan dengan syarat lama.

Dialog Butuh Kerangka Baru

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan