Jumat, 8 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Gaza Dilanda Krisis Air Parah, Akuifer Terkontaminasi dan Pipa Air Rusak

Dilanda krisis air, Akuifer Terkontaminasi dan Pipa Air Rusak di Gaza. Caption: Anak-anak di Gaza mengantre untuk mendapatkan air bersih.

Penulis: timtribunsolo
(Tangkap layar dari kanal YouTube Reuters).
KRISIS AIR MINUM - Dilanda krisis air, Akuifer Terkontaminasi dan Pipa Air Rusak di Gaza. Caption: Anak-anak di Gaza mengantre untuk mendapatkan air bersih untuk keperluan minum, mandi, dan mencuci. (Tangkap layar dari kanal YouTube Reuters). 

TRIBUNNEWS.COM - Warga Gaza harus menelan krisis air dan harus menempuh perjalanan melintasi lanskap yang hancur hanya untuk mengangkut air untuk kebutuhan mereka, Rabu (6/8/2025).

Gaza sudah menjadi perhatian global setelah kelaparan yang terjadi dampak konflik dengan Israel.

Dilansir dari Reuters, krisis air juga menjadi sama parahnya dengan kelaparan yang terjadi di sana.

Meskipun sebagian air berasal dari unit desa kecil yang dioperasikan oleh lembaga bantuan, sebagian besar air diambil dari sumur di akuifer payau yang telah tercemar lebih lanjut oleh limbah dan bahan kimia yang merembes melalui puing-puing.

Air yang digunakan tersebut pada akhirnya terkontaminasi hingga menyebarkan diare dan hepatitis kepada warga.

The Coordination of Government Activities in the Territories (COGAT), badan militer Israel yang bertanggung jawab atas koordinasi bantuan di wilayah Palestina yang diduduki Israel, mengatakan bahwa mereka mengoperasikan dua pipa air ke Jalur Gaza yang menyediakan jutaan liter air setiap hari.

Namun, dari pernyataan pejabat di Palestina, pengaliran air tersebut tidak berfungsi dengan baik dalam beberapa waktu terakhir.

Israel menghentikan pasokan air dan listrik ke Gaza pada awal perang, tetapi kemudian memulihkan sebagian pasokan meskipun jaringan pipa di wilayah tersebut telah rusak parah.

Salah seorang warga Moaz Mukhaimar (23), sebelum perang merupakan seorang mahasiswa mengatakan ia harus berjalan sekitar satu kilometer, mengantre selama dua jam, untuk mengambil air.

Ia sering pergi tiga kali dalam sehari, membawa air ke tenda, melewati tanah bergelombang menggunakan gerobak.

“Seberapa lama kita harus bertahan seperti ini?” tanyanya.

Ibunya, Umm Moaz (53) mengatakan air yang dikumpulkannya dibutuhkan untuk keluarga besar yang terdiri dari 20 orang yang tinggal di tenda kecil di Deir al-Balah, Gaza Tengah.

“Anak-anak terus datang dan pergi, dan cuacanya panas. Mereka terus ingin minum. Siapa tahu besok kita bisa mengisi ulang lagi,” kata Umm.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan bahwa tingkat konsumsi air darurat minimum per orang adalah 15 liter per hari untuk minum, memasak, membersihkan, dan mandi.

Di Israel, konsumsi rata-rata harian sekitar 247 liter per hari menurut kelompok hak asasi manusia Israel B'Tselem.

Sementara menurut kepala kebijakan kemanusiaan untuk lembaga bantuan Oxfam di wilayah Palestina yang diduduki Israel, Bushra Khalidi, konsumsi rata-rata di Gaza kini hanya 3-5 liter per hari.

Perjuangan untuk Mendapatkan Air

“Kekurangan air pasti semakin parah setiap hari, dan orang-orang pada dasarnya harus memilih antara menggunakan air untuk minum atau menggunakan banyak air untuk bersih-bersih,” kata Danish Malik, pejabat global bidang air dan sanitasi untuk Dewan Pengungsi Norwegia dilansir dari Reuters.

Warga Gaza saat ini harus mengantre berjam-jam setiap hari untuk mendapatkan air.

Seringkali terjadi perselisihan di antara warga dan terjadi aksi dorong-dorongan dengan orang lain untuk mendapatkan antrean.

Biasanya anak-anak yang akan ditugaskan untuk mencari air sementara orang tua mereka mencari makanan atau kebutuhan lain.

“Anak-anak telah kehilangan masa kanak-kanak mereka dan menjadi pembawa wadah plastik, berlari di belakang kendaraan air atau pergi jauh ke daerah terpencil untuk mengisinya untuk keluarga mereka,” kata Munther Salem, kepala sumber daya air di Otoritas Kualitas Air dan Lingkungan Gaza.

Pipa air baru yang didanai oleh Uni Emirat Arab direncanakan untuk melayani 600.000 orang di selatan Gaza dari pabrik desalinasi di Mesir.

Beragam Respons dari Lembaga Bantuan

Juru bicara United Nations Children's Fund (UNICEF), James Elder, mengatakan bahwa kekurangan jangka panjang ini telah menjadi tragedi mematikan.

“Kelaparan dan dehidrasi bukan lagi efek samping dari konflik ini. Mereka adalah efek langsung yang sangat nyata,” ugkap James.

Khalidi dari Oxfam mengatakan bahwa gencatan senjata dan akses tak terhalang bagi lembaga bantuan diperlukan untuk menyelesaikan krisis ini.

“Jika tidak, kita akan melihat orang-orang meninggal karena penyakit yang paling dapat dicegah di Gaza - yang sudah terjadi di depan mata kita,” ujar Khalidi.

(mg/Rohmah Tri Nosita)

Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan