Kamis, 30 Oktober 2025

Intelijen Korsel Ungkap Penanganan Yami Baito Butuh Kerja Sama Jepang–Korea–Kamboja

Dalam banyak kasus, para korban dijual, disekap, atau dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan daring, termasuk scam keuangan yang marak di Korsel

Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
PENIPUAN - Choi Sung-joon, seorang profesor di Universitas Sokkyo yang akrab dengan penipuan khusus internasional dari badan intelijen Korea Selatan dan Dinas Intelijen Nasional Korea Selatan. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Intelijen Korea Selatan mengungkapkan bahwa maraknya praktik Yami Baito atau pekerjaan paruh waktu gelap kini memerlukan penanganan lintas negara, terutama kerja sama antara Jepang, Korea Selatan, dan Kamboja.

Isu ini mencuat setelah ditemukannya kasus seorang mahasiswa asal Korea yang tewas akibat serangan organisasi kriminal di Kamboja.

Kasus tersebut membuka perhatian terhadap praktik Yami Baito yang kerap dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan siber dan penipuan lintas negara.

Menurut Choi Sung-joon, profesor di Universitas Sokkyo yang juga akrab dengan investigasi intelijen Korea Selatan, mekanisme rekrutmen oleh kelompok kriminal lintas negara telah membentuk ekosistem kejahatan baru di kawasan Asia Timur.

“Organisasi kriminal kini banyak merekrut anak muda berusia 20–30 tahun, terutama mereka yang berpenghasilan rendah atau bekerja tidak tetap. Mereka dijebak dengan tawaran pekerjaan bergaji tinggi melalui media sosial dan aplikasi komunikasi,” ujar Choi kepada Mainichi Shimbun baru-baru ini.

Baca juga: Peringati 3 Tahun Tragedi Itaweon, PM Korsel: Masih Banyak Isu yang Belum Selesai dari Bencana Ini

Dalam banyak kasus, para korban dijual, disekap, atau dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan daring, termasuk scam keuangan yang marak di Korea Selatan.

Choi juga menambahkan bahwa sebagian pelaku sadar akan risikonya, namun tetap bergabung karena desakan ekonomi atau utang pribadi.

“Di Jepang disebut Yami Baito. Bahkan, jumlah peserta sukarela di sana lebih tinggi daripada di Korea,” tambahnya.

Ia menilai Jepang dan Korea kini menghadapi situasi ganda — menjadi korban sekaligus pelaku dalam struktur kejahatan digital lintas negara yang berkembang pesat di Asia Timur.

Kamboja Jadi Basis Baru Jaringan Kriminal Asia Timur

Perpindahan pusat operasi kejahatan lintas negara ke Kamboja disebut akibat tindakan keras Pemerintah Tiongkok sejak 2020.

Banyak sindikat kriminal Tiongkok kemudian memindahkan aktivitasnya ke Myanmar utara, Laos, dan Kamboja.

Provinsi Sihanoukville, yang banyak menerima investasi modal dari Tiongkok, kini menjadi wilayah rawan karena memudahkan kelompok kriminal mendirikan bisnis legal seperti kasino dan real estat untuk menutupi operasi ilegal mereka.

“Kamboja memiliki infrastruktur internet yang lengkap dan mudah digunakan untuk menjalankan penipuan atau perjudian daring melalui VPN. Negara ini kini bisa disebut sebagai ‘basis alternatif organisasi kriminal Tiongkok’ sekaligus ‘persimpangan kejahatan Asia Timur’,” jelas Choi.

Generasi muda di kawasan Asia sering menjadi target rekrutmen karena iming-iming kerja luar negeri bergaji tinggi. Pengangguran, utang, dan ketimpangan ekonomi di pedesaan membuat mereka rentan terhadap bujuk rayu para perekrut.

Selain itu, terdapat jaringan rekrutmen yang dijalankan oleh “Tim Korea” di bawah kendali manajer asal Tiongkok. Mereka aktif merekrut pemuda Korea melalui Telegram dan Discord dengan sistem kekerabatan yang rapi.

Perlu Pendidikan dan Kolaborasi Regional

Choi menilai kejahatan ini bukan hanya kasus penipuan, melainkan bentuk baru dari kejahatan internasional yang menggabungkan kerentanan sosial, ketimpangan global, dan kemajuan teknologi.

“Pendidikan literasi digital bagi kaum muda perlu diperkuat. Pencegahan harus disertai pemahaman konkret tentang modus rekrutmen di media sosial,” tegasnya.

Ia juga menyerukan pembentukan sistem bantuan timbal balik antara Korea Selatan, Jepang, dan Kamboja, termasuk mempercepat proses penyelamatan dan pemulangan korban.

“Melalui kerja sama di bawah Interpol, ada baiknya dipertimbangkan pembentukan satuan tugas baru untuk memerangi penipuan siber di Asia Timur,” ujarnya.

Menurut Choi, kerja sama regional harus melampaui tindakan keras individual tiap negara, termasuk menuntut tanggung jawab dari operator platform digital yang digunakan jaringan kriminal tersebut.

 Diskusi antisipasi kejahatan lintas negara di Jepang juga dilakukan oleh kelompok Pencinta Jepang. Masyarakat yang ingin bergabung dapat mengirimkan nama, alamat, dan nomor WhatsApp ke email: tkyjepang@gmail.com.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved