Konflik Iran Vs Israel
Iran Sebut Trump Munafik: Larang Nuklir Teheran, Tapi AS Lanjutkan Uji Senjata Atom
Iran kecam seruan Trump lanjutkan uji coba nuklir, sebut langkah AS munafik dan berisiko picu perlombaan senjata baru yang ancam stabilitas global.
Pakar keamanan internasional dari Carnegie Endowment for International Peace, Ankit Panda, menyebut kebijakan tersebut berpotensi mengguncang keseimbangan militer dunia dan menghapus komitmen non-proliferasi nuklir yang telah dijaga selama tiga dekade.
“Jika Amerika Serikat benar-benar kembali melakukan uji coba nuklir, negara lain seperti Rusia, Tiongkok, bahkan mungkin Korea Utara, bisa melihatnya sebagai sinyal untuk melakukan hal serupa,” ujar Panda kepada Al Jazeera.
Menurut Panda, dampak psikologis dan diplomatiknya akan sangat besar, karena selama lebih dari 30 tahun dunia menahan diri untuk tidak melakukan uji coba nuklir.
Ia menilai keputusan Trump bukan sekadar isu militer, tetapi juga pukulan terhadap tatanan global yang selama ini berupaya mencegah perlombaan senjata nuklir baru.
Mengingat uji coba nuklir saat ini dilarang keras oleh hukum Internasional, berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), uji coba nuklir dilarang sesuai Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) yang disepakati pada tahun 1996.
Melalui kesepakatan ini, komunitas internasional berupaya memastikan agar tidak ada negara yang menggunakan uji coba nuklir sebagai sarana untuk memperkuat atau mengembangkan persenjataan atom.
Namun, hampir tiga dekade setelah disepakati, komitmen terhadap CTBT mulai melemah.
Hingga kini, Amerika Serikat, Tiongkok, dan Iran memang telah menandatangani perjanjian tersebut, tetapi belum meratifikasinya, sehingga secara hukum mereka tidak terikat penuh untuk mematuhinya.
Sementara itu, Rusia justru menarik ratifikasinya pada tahun 2023, langkah yang dianggap sebagai kemunduran signifikan dalam upaya global mencegah uji coba senjata nuklir.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran baru bahwa uji coba nuklir bisa kembali ke panggung dunia, sebuah situasi yang oleh banyak diplomat dan pakar dianggap sebagai “langkah mundur besar bagi diplomasi global.”
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.