Sabtu, 8 November 2025

Konflik Suriah

Dewan Keamanan PBB Cabut Sanksi terhadap Presiden Suriah, Langkah Bersejarah Pasca Kejatuhan Assad

DK PBB mencabut sanksi terhadap Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dan Menteri Dalam Negeri Anas Khattab, dukung transisi politik baru.

Editor: Nuryanti
Tangkapan layar YouTube Al Jazeera
AHMED AL-SHARAA - Tangkapan layar YouTube Al Jazeera pada Senin (10/3/2025) menunjukkan Pidato Presiden Sementara Suriah, Ahmed Al-Sharaa tentang bentrokan di Latakia dan Tartous pada Minggu (9/3/2025). al-Sharaa, telah mengumumkan pembentukan sebuah komite untuk melakukan penyelidikan terkait peristiwa berdarah yang terjadi di pesisir Suriah. Terbaru, sanksi terhadap Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dan Menteri Dalam Negeri Anas Khattab dalam resolusi yang disponsori Amerika Serikat, Kamis (6/11/2025). 

Konflik Suriah bermula pada gelombang Arab Spring tahun 2011.

Ribuan warga turun ke jalan menuntut reformasi politik dan diakhirinya rezim otoriter Bashar al-Assad yang telah berkuasa sejak 2000, menggantikan ayahnya, Hafez al-Assad.

Rezim Assad menanggapi demonstrasi dengan kekerasan brutal, memicu pemberontakan bersenjata yang berkembang menjadi perang saudara.

Menurut laporan BBC News, aksi protes yang awalnya damai itu berubah menjadi konflik berdarah setelah pasukan keamanan menembaki demonstran di Daraa dan Homs.

Seiring waktu, negara terpecah menjadi banyak faksi.

Pemerintah Assad mendapat dukungan dari Rusia, Iran, dan milisi Hizbullah, sementara oposisi bersenjata — termasuk Free Syrian Army (FSA) — berjuang untuk menggulingkan rezim.

Di sisi lain, kelompok ekstremis seperti ISIS dan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) muncul dari pecahan Al-Qaeda di Suriah, sebagaimana dijelaskan oleh Al Jazeera dalam laporan “Timeline of the Syrian War.”

Pertempuran besar di Aleppo, Idlib, dan Homs menghancurkan infrastruktur, menewaskan ratusan ribu orang, dan memaksa jutaan warga mengungsi.

Keterlibatan AS, Rusia, Turki, dan Iran memperumit perang antara 2016 dan 2020.

Menurut Reuters, kekacauan politik pascateror ISIS membuat HTS — yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa (alias Abu Muhammad al-Julani) — memperkuat cengkeramannya di wilayah barat laut, terutama Idlib.

Setelah ISIS hancur pada 2019, perhatian dunia beralih ke dominasi kelompok HTS yang berupaya menampilkan diri sebagai kekuatan Islam moderat.

Baca juga: Rusia Kembali Jamah Suriah: Lanjutkan Penerbangan Militer Seiring Mencairnya Hubungan Pasca-Assad

Setelah lebih dari satu dekade perang, Assad kehilangan dukungan luas akibat tekanan ekonomi, korupsi, dan sanksi internasional.

Menurut laporan The Guardian dan UN News, krisis bahan bakar dan pangan memperburuk keadaan, sementara oposisi membentuk koalisi nasional dengan mediasi diplomatik PBB.

Pada Desember 2024, koalisi militer internal dan tekanan eksternal akhirnya memaksa Assad mengundurkan diri.

Ahmed al-Sharaa, yang sebelumnya memimpin HTS yang direformasi menjadi partai politik “Gerakan Kebangkitan Nasional”, muncul sebagai tokoh kompromi.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved