Konflik Palestina Vs Israel
Pengakuan Negara Palestina Meluas, Menteri Israel Kelabakan, Minta Presiden Abbas Dipenjara
Permintaan aneh dilakukan oleh Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir setelah banyak negara mengakui negara Palestina.
Ringkasan Berita:
- Pengakuan Negara Palestina oleh banyak negara membuat Israel kelabakan.
- Bahkan, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir mengajukan permintaan nyeleneh.
- Ia menyerukan penangkapan Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas.
TRIBUNNEWS.COM - Pengakuan Negara Palestina semakin meluas setelah Dewan Keamanan PBB menyetujui rencana perdamaian yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Resolusi ini menandai otorisasi dimulainya fase kedua dari rencana 20 poin yang diajukan oleh Trump, termasuk pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) di Gaza.
Selain itu, resolusi ini juga mengundang negara-negara anggota untuk berpartisipasi dalam Dewan Perdamaian (BoP).
Dewan yang sementara akan dipimpin oleh Trump ini berfungsi sebagai badan transisi, bertanggung jawab untuk memandu upaya rekonstruksi dan menghidupkan kembali ekonomi di Gaza hingga akhir tahun 2027.
Melihat semakin banyak negara mengakui Palestina, Israel memanas.
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir mengajukan permintaan nyeleneh.
Ia menyerukan penangkapan Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas.
Seruan kontroversial tersebut disampaikan Ben-Gvir pada Senin (18/11/2025).
Menurut laporan Yediot Aharonot, Ben-Gvir menyatakan beberapa hari terakhir telah terjadi "peningkatan yang mengkhawatirkan" dalam pernyataan para pemimpin dunia mengenai status kenegaraan Palestina — sebuah konsep yang ia bersumpah akan ditentang "dalam keadaan apa pun".
Ben-Gvir secara langsung menyampaikan pesan keras kepada Abbas dan pejabat PA lainnya, memperingatkan tidak ada satu pun dari pimpinan Otoritas Palestina yang menikmati kekebalan.
Ia bahkan melangkah lebih jauh dengan melontarkan ancaman ekstrem.
Baca juga: Wamenlu Iran: Serangan AS-Israel Hancurkan Fasilitas, tapi Program Nuklir Masih Utuh
Menteri sayap kanan ini mengklaim jika Israel atau PBB mengakui Negara Palestina, otoritas Israel harus mengeluarkan perintah untuk melakukan "pembunuhan yang tepat" yang menargetkan tokoh-tokoh tinggi PA.
Ancaman tersebut juga mencakup penangkapan Presiden Abbas.
Dalam klaimnya yang mengejutkan, Ben-Gvir sesumbar "sel isolasi telah disiapkan" khusus untuk Abbas di Penjara Ketziot, yang terletak di wilayah Israel bagian selatan.
Retorika Ben-Gvir ini mencerminkan sikap keras faksi sayap kanan Israel yang berupaya menggagalkan segala upaya diplomatik internasional yang mengarah pada solusi dua negara dan pengakuan kedaulatan Palestina.
Tuntutan ini menambah ketegangan politik di kawasan tersebut di tengah gejolak konflik yang berkepanjangan.
Faksi-faksi Gaza Tolak Resolusi PBB
Kelompok Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza secara tegas menolak resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan pembentukan dewan pemerintahan dan pasukan stabilisasi internasional untuk mengambil alih wilayah yang terkepung oleh Israel tersebut.
Faksi-faksi tersebut menilai resolusi yang dipelopori oleh Amerika Serikat itu sebagai upaya yang merusak "kehendak nasional" Palestina.
Mengutip Al Jazeera, mereka menyebutnya sebagai kerangka kerja yang "membuka jalan bagi pengaturan lapangan yang dipaksakan di luar kehendak nasional Palestina".
Penolakan keras ini didasari oleh kekhawatiran resolusi tersebut akan mengekang hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Faksi-faksi di Gaza menyuarakan kekhawatiran pasukan militer internasional yang akan dikerahkan di Gaza "akan berubah menjadi semacam perwalian atau administrasi yang dipaksakan", yang dinilai membatasi hak rakyat Palestina untuk mengurus urusan mereka sendiri.
Lebih lanjut, faksi-faksi tersebut menuding rencana yang juga didukung oleh sejumlah negara Arab dan dipimpin oleh Trump itu sebagai "bentuk kemitraan internasional yang mendalam dalam perang pemusnahan yang dilancarkan oleh pendudukan (Israel) terhadap rakyat kami".
Mereka juga mengkritik resolusi DK PBB karena mengabaikan serangan harian oleh tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Selain itu, resolusi ini dinilai gagal menyentuh akar permasalahan seperti pengakhiran pendudukan Israel dan sistem apartheid yang diterapkan.
Baca juga: Rusia Tolak Ikut Campur, Sebut Resolusi Gaza Versi AS Jebakan Berbahaya bagi Masa Depan Palestina
Meskipun faksi-faksi Gaza menolak, Otoritas Palestina (PA) justru menyambut baik resolusi tersebut dan menyatakan kesiapan untuk mengimplementasikannya.
Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang berterima kasih kepada Trump, yang diperkirakan akan ditunjuk sebagai kepala "dewan perdamaian" yang akan memimpin Gaza.
Meski begitu, situasi di lapangan masih tegang.
Pada hari Selasa, serangan udara Israel dilaporkan menargetkan wilayah di timur Khan Younis, sementara operasi penggerebekan dan pembongkaran juga dilakukan di timur Kota Gaza.
Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi, hampir 70.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 170.000 lainnya terluka akibat serangan Israel sejak pecahnya perang pada Oktober 2023.
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.