Rutin Ukur Tinggi dan Berat Badan Anak Bantu Cegah Stunting Sejak Dini
Ukur tinggi dan berat badan anak semacam skrining dini sekaligus kunci deteksi awal, sehingga intervensi cepat dapat dilakukan untuk cegah stunting.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Dokter Spesialis Anak dr. Novitria Dwinanda, SpA(K), mengatakan, ada berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting di Indonesia tinggi.
Pertama, rendahnya pemahaman orangtua tentang stunting.
Akibatnya Bunda kurang memperhatikan asupan selama kehamilan dan asupan anak seperti kecukupan ASI dan praktik pemberian makan pendamping (MPASI) yang tidak tepat.
Kedua, rendahnya pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin karena kesadaran masyarakat dan terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan.
“Karena itu penanganan anak dengan risiko stunting adalah dengan intervensi keluarga dan lingkungan terdekat anak, serta dibarengi dengan peningkatan pemahaman tentang pemantauan pertumbuhan, pemberian nutrisi tepat, dan pemahaman diagnosis stunting sendiri,” kata dia dalam talkshow di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Baca juga: 50 Publikasi Ilmiah Dorong Penurunan Stunting dan Solusi Kesehatan Berbasis Data untuk Indonesia
Skrining dan rujukan sangat penting dalam mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS).

Sebab, skrining dini menjadi kunci dalam deteksi awal sehingga intervensi cepat dapat dilakukan.
“Skrining efektif mencakup pengukuran tinggi, berat badan, dan penilaian status gizi untuk memastikan anak tumbuh sesuai standar. Sehingga, deteksi dini memungkinkan penanganan tepat, mengurangi risiko komplikasi, dan memastikan anak mendapatkan perawatan optimal,” ujar dr Novitria.
Kapan Skrining Stunting Bisa Mulai Dilakukan?
Ia mengatakan, skrining stunting bisa dilakukan setiap bulan sejak bayi lahir. Ibu bisa setiap bulan melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala setiap bulan di fasilitas kesehatan terdekat.
“Setelah diukur lalu di-plotting apakah weight faltering atau naik berat badannya sudah sesuai,” kata dia.
Dokter Novitria berpesan, saat mengawali pemberian MPASI di usia 6 bulan, ibu harus memberikan MPASI adekuat atau memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan bayi seperti karbohidrat, protein hewani, lemak, vitamin dan mineral.
“Sudah tidak jaman, memberikan MPASI satu jenis saja, sekarang adalah makanan yang komplit, yang lengkap ada karbohidratnya, ada protein hewani. sayur dan buah yang untuk snackingnya. Bumbu-bumbu boleh saja diberikan. Garam gula boleh diberikan, tapi dengan jumlah yang masih sedikit di bawah anak 1 tahun. Jadi sudah matang dan enak,” pesan dokter lulusan FKUI ini.
Dalam momentum peringatan Hari Gizi Nasional 2025, Sarihusada berkolaborasi dengan Alodokter meluncurkan kampanye Aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” yang bertujuan untuk mendukung pencegahan stunting sejak dini di Indonesia dengan melakukan edukasi dan screening atau skrining stunting yang ditargetkan bisa menjangkau setidaknya 1 juta anak.
Gaji DPR Tembus Rp100 Juta, Kiesha Alvaro Berniat Nyaleg di 2029 Ikuti Jejak Pasha Ungu |
![]() |
---|
Kunci Jawaban 3.10 Pemanfaatan Internet Secara Sehat - Bagian 2, Pelatihan PINTAR Kemenag |
![]() |
---|
Kunci Jawaban 3.8 Jerat Hukum Penyalahgunaan Internet - Bagian 2, Pelatihan PINTAR Kemenag |
![]() |
---|
Kunci Jawaban 3.6 Strategi Mencegah Kecanduan Internet pada Anak - Bagian 2 Pelatihan PINTAR Kemenag |
![]() |
---|
Kunci Jawaban 3.4 Kebutuhan Teknologi Informasi pada Dunia Pendidikan - Bagian 2, PINTAR Kemenag |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.