Agar Pasien Perempuan Aman dari Risiko Pelecehan Seksual, Ini Langkah-langkah yang Bisa Dilakukan
Sebelum memulai pemeriksaan, tenaga medis perlu memberitahu standar operasional pelayanan (SOP) terlebih dulu ke pasien.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KPPPA, Ratna Oeni Cholifah memberikan rekomendasi agar perempuan lebih aman dalam mengakses layanan kesehatan.
Hal ini merespons kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga melibatkan beberapa dokter di sejumlah daerah seperti terjadi di Bandung, Garut dan Malang.
Ratna mengatakan, sebelum memulai pemeriksaan, tenaga medis perlu memberitahu standar operasional pelayanan (SOP) terlebih dulu ke pasien.
Pasien juga disarankan pro aktif bertanya kepada tenaga medis atau tenaga kesehatan sebelum melakukan prosedur medis.
“Kemen PPPA menyarankan perlunya edukasi kepada masyarakat dan penyampaian SOP kepada pasien sebelum pemeriksaan dilakukan” kata dia saat dihubungi wartawan baru-baru ini.
Lebih lanjut, pemeriksaan pasien perlu pendampingan perawat atau keluarga korban agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Kemen PPPA juga menyerukan peran aktif seluruh pihak, baik korban, atau orang yang melihat dan/atau menyaksikan peristiwa kekerasan seksul melaporkan ke UPTD PPA, UPTD bidang sosial atau Kepolisian, sehingga semua pihak bersama-sama mengawasi dan menciptakan ruang layanan yang aman bagi semua,” tutur dia.
Terkait kasus pelecehan seksual terhadap perempuan, Kemen PPPA akan mengawal hingga tuntas. Perempuan harus dilindungi agar dapat hidup dengan aman, bermartabat, dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Di kesempatan berbeda, ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi (Kolegium Obgin) Kesehatan Indonesia (KKI) Ivan Rizal Sini mengungkapkan, SOP pelayanan kesehatan bagi ibu yang ingin memeriksa kehamilannya pada dokter kandungan.
Baca juga: Aksi Bejat Dokter di Garut Coba Rudapaksa Pasien di Kamar Indekos, Terungkap Modusnya Jebak Korban
Ia mengatakan, pemeriksaan di dokter kandungan erat berkaitan dengan hal yang sensitif, karena itu dokter kandungan tidak boleh hanya berdua oleh pasien.
Pemeriksaan harus melibatkan pendamping tenaga medis atau chaperone.
Ivan menyebut, keberadaan chaperone merupakan standar minimal yang tidak hanya berlaku pada pemeriksaan obgyn melainkan dalam semua pemeriksaan umum kedokteran.
Baca juga: Soal Kasus Rudapaksa Dokter Residen Priguna, Polisi Belum Temukan Dugaan Kelalaian dari RSHS Bandung
“Chaperone ini pendamping medis. Pendamping harus ada baik saat dokter memeriksa sama jenis kelaminnya atau berlawanan jenis. Keberadaan perawat sebagai pendamping itu adalah merupakan hal yang sangat mandatori dalam hal ini,” tutur dia yang hadir via zoom dalam konferensi pers KKI di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Tim 7 Unsoed Segera Umumkan Hasil Pemeriksaan Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar FISIP |
![]() |
---|
Dosen Bergelar Profesor Diduga Lakukan Pelecehan Seksual terhadap Mahasiswi FISIP Unsoed Purwokerto |
![]() |
---|
Ahmad Sahroni Desak Polisi Tindak Tegas Dugaan Kasus Pelecehan Seksual di SMAN 4 Serang |
![]() |
---|
Kronologi Demo Ricuh di SMAN 4 Kota Serang, Massa Tuntut Usut Kasus Pelecehan Seksual dan Pungli |
![]() |
---|
10 Pekerjaan yang Diprediksi Paling Dibutuhkan pada 2030: Ahli Al Diperkirakan Melonjak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.