Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta Diharapkan Bisa Lindungi Anak dari Adiksi Nikotin Sejak Dini
Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dinilai menyelamatkan generasi muda dari adiksi nikotin dini.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah penyelesaiannya tertunda lebih dari satu dekade, DPRD DKI Jakarta mulai membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Tapi belakangan berembus kekhawatiran bahwa Raperda KTR ini akan berdampak negatif pada ekonomi daerah.
Baca juga: LPAI Harap Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta Bisa Tekan Angka Perokok Anak
Kepala Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Roosita Meilani Dewi mengatakan jika menilik data keuangan resmi DKI Jakarta, seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran tersebut.
Sebab selama satu dekade penerapan larangan iklan rokok melalui Pergub Nomor 1 Tahun 2015, penerimaan pajak reklame tetap mengalami tren stabil bahkan meningkat dari Rp714,9 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp961,3 miliar pada 2024, di mana puncak tertinggi terjadi pada tahun 2022 dengan penerimaan Rp1,095 triliun.
Baca juga: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Masuk Prioritas 2025, Bapemperda DKI Jakarta Libatkan Peran Stakeholder
Sedangkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2019, jumlah pengeluaran rumah tangga miskin untuk konsumsi rokok justru menempati urutan kedua setelah beras, yang mencapai Rp79.226 per bulan.
“Fakta ini membantah narasi bahwa promosi rokok diperlukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Justru, pengeluaran rumah tangga miskin untuk rokok yang menempati urutan kedua setelah beras mencapai Rp79.226 per bulan, menunjukkan beban ekonomi yang justru ditanggung keluarga,” kata Roosita kepada wartawan, Sabtu (5/7/2025).
CHED pun mendorong DPRD DKI Jakarta untuk segera mengesahkan Raperda Kawasan Tanpa Rokok dengan landasan utama untuk melindungi hak kesehatan masyarakat, menyelamatkan generasi muda dari adiksi nikotin dini, serta menguatkan konsistensi pengendalian tembakau di ibu kota.
“Ini adalah bentuk nyata dari implementasi hak atas hidup sehat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, hingga Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang secara tegas melarang penjualan rokok kepada anak di bawah usia 21 tahun,” kata Roosita.
Sementara itu, Sekjen Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Titik Suharyati mengatakan bahwa kebijakan KTR adalah bentuk investasi jangka panjang untuk melindungi anak-anak dari paparan asap rokok.
Selain itu kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan angka perokok anak yang dari tahun ke tahun kian mengkhawatirkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.