Diagnosis dan Pemeriksaan Miastenia Gravis Tidak Cukup Satu Kali
Mengenali Miastenia Gravis (MG) sejak dini sangat penting agar penderita bisa menjalani hidup yang lebih baik dan produktif.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengenali Miastenia Gravis (MG) sejak dini sangat penting agar penderita bisa menjalani hidup yang lebih baik dan produktif.
Sayangnya, diagnosis MG tidak bisa dilakukan hanya dengan satu metode saja.
Ada berbagai tahapan pemeriksaan yang perlu dilakukan, dimulai dari pemeriksaan darah hingga tes fisik dan neurologis.
Salah satu pemeriksaan yang tersedia di Indonesia adalah deteksi antibodi terhadap acetylcholine receptor.
Baca juga: Waspadai Autoimun Langka Myasthenia Gravis, Dari Gejala Ringan hingga Bisa Sebabkan Kematian
Hal diungkapkan oleh Dokter Spesialis Saraf RSCM, dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K),
“Ada, kalau di Indonesia sekarang sudah ada anti-astral collater receptor. Cuma sayangnya, tapi belum di cover BPJS,” jelasnya, pada diskusi kesehatan di Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas sekitar 85 persen, namun tidak semua penderita MG memiliki antibodi ini dalam darahnya.
Oleh karena itu, tes lain juga diperlukan, seperti repetitive nerve stimulation, yang menggunakan aliran listrik ke saraf untuk melihat respon otot.
Namun, hasil negatif dari tes ini tidak serta merta menyingkirkan kemungkinan MG.
“Artinya kalau dia negatif ya, belum tentu bukan miskinegrafis, perlu pemeriksaan lebih lanjut,” jelasnya.
Selain itu, ada juga mestinon challenge, di mana pasien diberikan obat Mestinon dan diamati perubahan gejalanya.
“Tadinya ngaca itu kelopak matanya turun, dikasih mestinon, kelopak matanya langsung buka,”* ujarnya.
Bagi pasien yang baru didiagnosis MG, dokter juga akan melakukan CT scan thorax untuk melihat kemungkinan adanya tumor di kelenjar timus atau timoma, karena MG sering berhubungan dengan kondisi tersebut.
*Miastenia Gravis Bisa Dikendalikan*
Penyakit Miastenia Gravis (MG) tidak bisa disembuhkan total, tetapi bukan berarti penderita tidak bisa hidup normal.
Dengan pengobatan yang tepat, pasien bisa menjalani hidup secara produktif, bahkan tanpa gejala.
Salah satu pengobatan utama adalah Mestinon, obat yang berfungsi mengurangi gejala kelemahan otot.
“Orang lemah, karena misi histeniografis, dikasih mestinon, lemahnya hilang. Apakah dia mengobati sumber penyakitnya? Tidak,”imbuhnya.
Sumber penyakit MG sendiri adalah autoimun. Untuk menekan sistem kekebalan tubuh yang salah tersebut, pasien biasanya diberikan kortikosteroid seperti prednison, atau imunosupresan lainnya.
Namun, pengobatan ini tidak instan dan harus dipantau dokter karena bisa menimbulkan efek samping serius jika tidak digunakan dengan benar.
“Obat ini nggak boleh dikonsumsi sembarangan. Karena efek sampingnya, karena butuh efeknya jangka panjang, sehingga butuh pemakaiannya jangka panjang juga,”tambahnya.
Sayangnya, keterbatasan dalam sistem pembiayaan kesehatan masih menjadi kendala.
Mestinon hanya ditanggung BPJS sebanyak 120 tablet per bulan, padahal kebutuhan setiap pasien berbeda-beda.
Obat-obatan biologis seperti Rituximab dan Eculizumab juga mulai digunakan, terutama untuk kasus yang berat atau tidak merespons pengobatan konvensional.
Dalam kasus krisis atau serangan berat MG, terapi plasmaferesis atau intravenous immunoglobulin (IVIG) juga bisa diberikan.
Namun, penting bagi pasien untuk tidak mengatur obat sendiri. Pemakaian semua jenis terapi, termasuk steroid, harus selalu dalam pengawasan dokter.
Bukan Lelah Biasa, Ketahui Penyakit Autoimun Langka Myasthenia Gravis |
![]() |
---|
Cerita Dokter Spesialis Saraf Penyintas Myasthenia Gravis: Bukan Sial, Tapi Special Edition |
![]() |
---|
Berawal Kelopak Mata Turun, Ini Kisah Tata yang Mengalami Autoimun Langka |
![]() |
---|
Tak Kapok Diteror, Dokter Tifa Komentari Jokowi Jalan Tertatih saat Liburan Bersama Cucu |
![]() |
---|
Dokter Richard Lee Duga Jokowi Alami Alergi Obat hingga Autoimun, Sarankan Segera Cek Lab |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.