Kekurangan Dokter Saraf di Tengah Lonjakan Kasus Stroke, Indonesia Hadapi Krisis Neurologi
Data Konsil Kedokteran Indonesia 2024, jumlah dokter spesialis neurologi di Indonesia hanya 2.732 orang. Distribusinya sangat timpang
Penulis:
Eko Sutriyanto
Editor:
Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia tengah menghadapi krisis senyap dalam dunia kesehatan yakni kekurangan dokter spesialis neurologi di tengah lonjakan kasus penyakit saraf, khususnya stroke.
Berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 2024, jumlah dokter spesialis neurologi di Indonesia hanya sekitar 2.732 orang, dan distribusinya sangat timpang—banyak wilayah di luar Jawa masih kekurangan tenaga spesialis saraf.
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi FK UPH, Prof. Dr. dr. Yusak M.T. Siahaan, Sp.N (K), FIPP, CIPS mengatakan, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stroke nasional mencapai 8,3 per 1.000 penduduk dan menjadi penyumbang pembiayaan kesehatan ketiga terbesar dengan angka mencapai Rp5,2 triliun.
Baca juga: Mengapa Serangan Stroke Berulang Bisa Berakibat Fatal?
“Kita tidak hanya kekurangan neurolog, tapi juga dihadapkan pada tantangan meningkatnya pasien dengan keluhan nyeri kronis, salah satu gejala utama penyakit saraf," kata Yusak dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Kekurangan dokter spesialis neurologi di luar kota besar menjadi perhatian utama.
Berdasarkan publikasi Litbangkes dan laporan WHO, idealnya Indonesia memiliki satu dokter neurologi untuk setiap 50.000 penduduk.
Namun kenyataannya, sebagian provinsi bahkan memiliki rasio 1:300.000 atau lebih.
Merespons tantangan ini, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (FK UPH) resmi membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Neurologi sebagai langkah strategis mencetak dokter saraf unggul, terampil dalam intervensi nyeri, dan memiliki integritas moral dalam praktik medis.
Kehadiran prodi ini saat ini relevan apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, tren penyakit neurologis tidak hanya didominasi oleh stroke, tapi juga keluhan seperti nyeri neuropatik, gangguan tidur, memori, dan penyakit neurodegeneratif terus meningkat seiring bertambahnya usia harapan hidup dan gaya hidup modern yang minim aktivitas fisik.
Namun, kata dia sebagian besar rumah sakit rujukan di daerah masih kesulitan menyediakan layanan neurologi lengkap sehingga banyak pasien akhirnya dirujuk ke kota-kota besar atau bahkan menunggu berbulan-bulan untuk ditangani.
Baca juga: Jaga Aliran Darah ke Otak, Hindari Stroke Diam-Diam yang Mengancam Hidup
“Kami ingin mencetak neurolog yang tidak hanya hebat di rumah sakit besar, tapi juga siap terjun ke daerah-daerah yang paling membutuhkan. Pendidikan di FK UPH menekankan kepemimpinan komunitas dan etika profesional, agar para lulusan tidak hanya kompeten secara klinis, tapi juga memiliki semangat pelayanan,” tegas Prof. Yusak.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.