1 dari 7 Remaja di Dunia Alami Gangguan Mental, WHO Ingatkan Pentingnya Deteksi Dini
Di balik semangat eksplorasi dan pertumbuhan, masa remaja juga menyimpan kerentanan yang sering luput dari perhatian: kesehatan mental.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masa remaja sering disebut sebagai masa emas.
Namun di balik semangat eksplorasi dan pertumbuhan, masa remaja juga menyimpan kerentanan yang sering luput dari perhatian: kesehatan mental.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengungkapkan, data global mencatat, satu dari tujuh anak berusia 10–19 tahun mengalami kondisi gangguan mental.
Angka ini menyumbang 15 persen dari total beban penyakit pada kelompok usia tersebut.
Baca juga: WHO: Satu Miliar Lebih Orang di Dunia Alami Gangguan Mental, Mulai Depresi Hingga Kecemasan
Depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku menjadi penyebab utama penyakit dan kecacatan pada remaja.
Bahkan, bunuh diri kini tercatat sebagai penyebab kematian ketiga pada mereka yang berusia 15–29 tahun.
Fakta ini menegaskan, kesehatan mental remaja bukanlah isu sampingan, melainkan urgensi yang tak bisa ditunda.
Masa Format dan Kerentanan
Remaja tengah menjalani fase transisi yang unik—baik secara fisik, emosional, maupun sosial.
Perubahan tubuh, tekanan teman sebaya, hingga paparan kemiskinan atau kekerasan membuat kelompok usia ini rawan mengalami guncangan mental.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan pentingnya perlindungan sejak dini.
“Melindungi remaja dari kesulitan, mendorong pembelajaran sosio-emosional, dan memastikan akses ke layanan kesehatan mental sangat penting bagi kesejahteraan mereka,” tulis WHO dalam laporan resminya dilansir, Kamis (4/9/2025).
Remaja dengan kondisi mental yang tidak tertangani sering kali menghadapi pengucilan sosial, diskriminasi, serta kesulitan dalam pendidikan.
Lebih jauh, kondisi ini dapat membatasi kesempatan mereka menjalani kehidupan dewasa yang sehat dan memuaskan.
Beban yang Tak Terlihat
Gangguan emosional, seperti kecemasan dan depresi, umum ditemukan pada usia remaja.
Diperkirakan 5,3 persen remaja usia 15–19 tahun mengalami gangguan kecemasan, sementara 3,4 persen di kelompok usia sama menderita depresi.
Gangguan tersebut kerap berdampak pada performa sekolah, hubungan sosial, hingga memicu isolasi yang semakin memperparah keadaan.
Dalam kasus tertentu, depresi berujung pada perilaku menyakiti diri atau bunuh diri.
Tak berhenti di situ, remaja juga menghadapi risiko gangguan perilaku, gangguan makan, hingga psikosis.
Gangguan makan misalnya, lebih sering menyerang anak perempuan dan berkaitan erat dengan kecemasan, depresi, bahkan bunuh diri.
Di tengah kompleksitas masalah ini, WHO bersama UNICEF meluncurkan Inisiatif Helping Adolescents Thrive (HAT).
Program ini dirancang untuk memperkuat kebijakan dan layanan kesehatan mental remaja, sekaligus mencegah gangguan mental sejak dini.
Upaya juga dilakukan melalui modul mhGAP 2.0, yang memberi panduan berbasis bukti bagi tenaga kesehatan non-spesialis untuk menangani masalah mental pada anak dan remaja.
Meski jalan masih panjang, langkah-langkah ini memberi harapan.
Sebab, ketika remaja mendapatkan dukungan yang tepat, mereka bukan hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang menjadi generasi dewasa yang sehat jiwa raga.
(Tribunnews.com/ Aisyah Nursyamsi)
Arti ACAB, 1312, Who Do You Call When The Police Murder? Viral usai Insiden Ojol Dilindas Rantis |
![]() |
---|
WHO Kecam Serangan Israel ke RS Gaza, Akses Kesehatan Jadi Lumpuh |
![]() |
---|
1,2 Miliar Anak Mendapat Hukuman Fisik dari Orang Tua dengan Alasan Disiplin, WHO Ingatkan Bahayanya |
![]() |
---|
Tantangan Duel di Medsos Berujung Tangan Putus, Remaja Danco Ditangkap saat Nongkrong |
![]() |
---|
Target Indonesia Emas 2045, Tapi Ada Kasus Cacingan, Pakar Kesehatan: Itu Menyedihkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.